TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Kepala Kajian Makro LPEM UI Febrio Kacaribu memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 akan mentok di angka 5 persen. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang seret ini disebabkan risiko pelambatan kian menguat.
"Di 2019 kami melihat risiko pelambatan dibandingkan dengan yang kami expected di awal tahun. Di awal tahun kami (proyeksikan) 5-5,2 persen. Kemungkinan besar data yang kita lihat sejauh ini memang menunjukkan ke arah 5,0 persen, itu sudah kita revisi kedua kalinya," kata Febrio di Kampus UI Salemba, Jakarta, Senin, 4 November 2019.
Febrio mengatakan, risiko pelambatan salah satunya dipicu perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Cina. Ia menuturkan, hal ini tidak hanya berdampak kepada Indonesia saja, tetapi juga pada perdagangan seluruh negara termasuk negara-negara maju, seperti Uni Eropa.
Kemudian, Febrio menuturkan, perang dagang tersebu membuat iklim investasi di Indonesia lesu hingga tahun depan. "Kita tidak tau kapan situasi itu bisa berakhir," kata dia.
Febrio mengharapkan, pertumbuhan investasi bisa sedikit membantu bila mencapai 6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun pada kenyataannya hingga kini, pertumbuhan investasi juga hanya 5 persen. "Reformasi yang signifikan untuk
meningkatkan iklim investasi dapat menolong aktivitas ekonomi pada tahun 2020," ucapnya.
Kinerja sektor manufaktur Indonesia saat ini juga setali tiga uang. Sektor manufaktur masih suram karena berkurangnya permintaan global dan masih terbatasnya peningkatan daya saing industri dalam negeri. Keadaan seperti ini, kata Febrio, juga terjadi pada negara-negara lapis pertama seperti Cina, Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 pun diproyeksikan tidak berbeda jauh dengan saat ini. "Kami memprediksi pertumbuhan PDB sebesar 5,0-5,2 persen untuk tahun 2020 berdasarkan pada beberapa skenario," ujar Febrio.