Hal ini karena jarang ada masalah sosial ekonomi di negara tersebut. "Di Korea transportasi sudah baik, pendidikan sudah baik. Kalau ada temuan misalnya drone atau inovasi apa, lalu diakusisi Samsung atau LG, dan selesai," ujar alumni Harvard University itu.
Oleh karena itu, menurut Fajrin, masih banyaknya persoalan sosial di Indonesia sebetulnya bisa mendukung pengembang bisnis startup untuk mencari terobosan yang sifatnya menyelesaikan masalah itu. Namun ia juga mengingatkan, upaya merintisnya jelas tak gampang.
Tak berbeda dengan bisnis lainnya, terjun di bisnis startup butuh mental kuat dan tak gampang menyerah. Mental siap gagal ini salah satunya dimulai dengan memiliki visi yang kuat sehingga pelaku bisnis startup bisa kembali bangkit jika terpuruk.
Di Bukalapak, kata Fajrin, visi yang dijaga adalah bagaimana produknya mencapai tujuan bisa mengembangkan sebanyak banyak usaha kecil menengah terus berkembang dengan bantuan kemudahan teknologi. Dengan begitu, jika menyerah di tengah jalan saat, startup itu digoncang persoalan, yang dipikirkan dampaknya ke depan. Bukan hanya pada orang orang di perusahaan itu saja tapi juga pengguna Bukalapak.
Saat ini, ujar Fajrin,tak kurang 5 juta usaha kecil menengah bernaung sebagai mitra Bukalapak. Dan 2.000 an karyawan dipekerjakan. "Impact-nya akan sangat besar jika kami semua yang ada di Bukalapak mudah menyerah saat ada masalah," ujarnya.
Fajrin menuturkan sering orang berpikir terjun ke bisnis startup hanya karena melihatnya sebagai jalan mudah sukses cepat kaya raya. "Padahal startup yang sukses sekarang kebanyakan jalannya tak mulus," ujarnya.