TEMPO.CO, Yogyakarta - Jauh sebelum sukses dengan platform e-commerce Bukalapak, tiga serangkai Muhammad Fajrin Rasyid, Achmad Zaky dan Nugroho Herucahyono punya cerita tak terlupakan tentang gerobak mie ayam. Mereka bertiga pernah memiliki usaha mie ayam gerobak semasa kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB).
MuhammadFajrinRasyid yang kini menjabat sebagai Co-Founder dan PresidentBukalapak menceritakan usaha mie ayam gerobak itu dijalankan bersama 20 orang rekan kampusnya dengan mengambil tempat jualan di halaman asrama kampus mereka.
"Alhamdullilah, bisnis mie ayam itu berjalan satu bulan saja," ujar Fajrin saat berbicara di acara Jogja Startup Day 2019 di Universitas Amikom Yogyakarta, Sabtu, 2 November 2019. Sampai akhirnya bisnis sambilan itu pun dengan cepat gulung tikar.
Fajrin menganalisa, saat itu ia dan rekan rekannya rupanya saling menggantungkan diri satu sama lain. Sehingga tidak terlalu memikirkan tanggung jawab masing masing atas usaha bersama itu.
Sebagai contoh, salah satu rekan membolos berjaga di lapak stardengan berbagai macam alasan, seperti praktikum di kampus atau yang lainnya. Lalu orang itu menyerahkan pada 19 orang pengelola sisanya. Padahal 19 orang yang dipasrahi mengurus ternyata juga berpikiran serupa, menggantungkan kepada lainnya.
Bahkan pernah saat sedang waktunya jam makan dan ramai ramainya orang jajan, warung mie ayam itu tidak ada yang menjaga sama sekali. Semua pengelolanya sudah sibuk sendiri sendiri dengan urusannya.
"Dari tutupnya usaha itu kami belajar bahwa kalau punya bisnis, pertama yang harus dipunyai rule of responsibility yang jelas," ujar pria yang melanjutkan kuliahnya di Harvard dan Standford University di Amerika Serikat itu. Pelajaran tentang pembagian tanggung jawab itu akhirnya mulai diterapkan saat Fajrin dan dua rekan kampusnya Achmad Zaky dan Nugroho Herucahyono merintis Bukalapak.
Kerja keras tim akhirnya membuat Bukalapak, yang kini tercatat sebagai startup unicorn Indonesia ini meraup gross merchandise value (GMV) atau total penjualan dan volume transaksi pada semester I 2019 senilai US$ 5 miliar atau setara Rp 71,2 triliun.
CEO Bukalapak Achmad Zaky dalam keterangan tertulisnya di awal Agustus 2019 lalu menyampaikan ada lebih dari dua juta transaksi dalam sehari di platform Bukalapak. Adapun laba bruto per bulan tercatat dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan angka Desember 2018.
"Angka tersebut mungkin terlihat bagi banyak orang sebagai musim panen yang membawa hasil jerih payah merawat saat musim silih berganti," tulis Zaky dalam rilisnya seperti dikutip dari Antara.
Selama sembilan tahun operasional, perusahaan e-commerce ini mampu menciptakan dua juta unit warung digital dan agen wirausaha mandiri Mitra Bukalapak di 477 kota maupun kabupaten di Indonesia. Zaky mengklaim, jumlah rata-rata pelanggan Warung Mitra dua kali lebih banyak ketimbang pengunjung toko di pusat perbelanjaan.