TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan Fachmi Idris meyakini, defisit keuangan perusahaan akan terselesaikan dalam lima tahun, seiring berlakunya kenaikan iuran peserta. Dia menilai, kenaikan iuran melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan itu merupakan langkah efektif untuk menyelesaikan masalah defisit.
Dia meyakini bahwa melalui besaran iuran baru yang berlaku pada tahun depan, kondisi keuangan BPJS Kesehatan akan membaik. Bahkan dia pun menjamin persoalan defisit akan tuntas dengan penyesuaian iuran dan upaya-upaya perbaikan lainnya. "Selesai, dalam 5 tahun ke depan tidak ada defisit lagi," kata Fachmi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat 1 November 2019.
Fachmi optimistis bahwa berlakunya Perpres no 75 tahun 2019 akan memperbaiki arus kas BPJS Kesehatan. Sehingga, pembayaran klaim layanan kesehatan ke rumah sakit lebih lancar. Selanjutnya, hal tersebut akan menekan defisit yang terjadi sejak BPJS Kesehatan berdiri pada 2015.
"Penyesuaian iuran itu, kami ingin memastikan bahwa defisit selesai, cashflow rumah sakit terjamin, sehingga rumah sakit bisa memprediksi, mempersiapkan, dan mengembangkan kapasitasnya," ujar dia
Perpres no 75 tahun 2019 mengatur bahwa iuran program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan akan meningkat secara bertahap, baik per Agustus 2019 hingga 1 Januari 2020. Besaran iuran yang ditetapkan sesuai dengan usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Kementerian Keuangan dan BPJS Kesehatan memperkirakan defisit pada tahun ini akan menyentuh Rp32,84 triliun jika tidak terdapat penyesuaian iuran. Adapun, jika penyesuaian iuran diberlakukan defisit pada tahun ini diperkirakan sebesar Rp13,3 triliun.
BISNIS