Menurut Sri Mulyani, upaya yang bisa dilakukan meliputi intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan. Berdasarkan perhitungan pemerintah, hingga September 2019, penerimaan pajak yang melemah khususnya disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan pajak korporasi dan PPN. Namun, dia mengatakan meski upaya mengejar target penerimaan negara terus dilakukan, hal itu diharapkan tetap selaras dan tak merusak iklim bisnis serta investasi. “Penerimaan pajak harus dilakukan lewat cara-cara yang proper,” ujarnya.
Pemerintah pun berupaya realistis dalam melihat kemungkinan terulangnya shortfall pajak di tahun ini. Sri Mulyani mengatakan dengan prediksi shortfall tersebut, maka defisit APBN 2019 pun diprediksi melebar menjadi 2-2,2 persen dari Produk Domestik Bruto. “Naik dari sebelumnya 1,86 persen, tapi kami akan jaga.”
Sementara itu, selain berfokus pada target penerimaan pajak jangka pendek, Sri Mulyani mengungkapkan serangkaian pekerjaan rumah yang menanti Direktorat Jenderal Pajak di bawah kepemimpinan Suryo. Salah satu hal penting yang harus diselesaikan kata dia adalah pembentukan sistem inti perpajakan Indonesia, untuk menopang kinerja Direktorat Jenderal Pajak dalam mencapai kepentingan negara, serta melayani masyarakat dengan akurat, efisien, dan penuh kepastian.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center, Darussalam mengatakan dalam jangka panjang Suryo juga memiliki tugas untuk melanjutkan reformasi perpajakan. “Ada lima pilar yang akan menjadi penilaian ke depan yaitu reformasi pajak yang saat ini sedang berlangsung meliputi SDM, organisasi, basis data dan teknologi informasi, proses bisnis, serta revisi undang-undang pajak,” kata dia.
GHOIDA RAHMAH | CAESAR AKBAR