TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang terus melambat sejak dua tahun terakhir. Triwulan III 2019, kelompok produksi ini hanya mencatatkan pertumbuhan produksi 4,35 persen year-on-year (yoy), lebih rendah dari periode yang sama tahun 2018 dan 2017, masing-masing 5,04 persen dan 5,46 persen.
“Sekarang ini perekonomian tidak mudah, perekonomian global hampir semua melemah, perang dagang, harga komoditas masih fluktuatif, dan itu tentunya akan terpengaruh,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Oktober 2019.
Baca Juga:
Jika dilihat sejak 2014, laju pertumbuhan industri ini juga terus mengalami fluktuasi. Dari semula 4,76 persen pada 2014, 4,76 persen pada 2015, 4,01 persen pada 2016, 4,74 persen pada 2017. Terakhir pada 2018, pertumbuhannya kembali turun menjadi 4,07.
Suhariyanto mengatakan, terdapat lima sektor industri yang mengalami penurunan terbesar pada triwulan III 2019 ini. Di antaranya yaitu industri barang logam, bukan mesin, dan peralatannya (turun 22,95 persen), industri karet, barang dari karet dan plastik (16,63 persen), industri mesin dan perlengkapan (12,75 persen), industri pengolahan tembakau (12,73 persen), dan industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer (12,32 persen).
Meski demikian, sejumlah sektor industri besar dan sedang lainnya tetap mengalami pertumbuhan kapasitas produksi. Di antaranya yaitu industri percetakan dan reproduksi media rekaman (naik 19,59 persen), industri pakaian jadi (15,29 persen), industri minuman (15,19 persen), industri pengolahan lainnya (12,52 persen), dan industri (5,13 persen).
Meski demikian, pertumbuhan produksi industri besar dan sedang sepanjang triwulan III 2018 ini masih lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2019. Angkanya pertumbuhannya mencapai 5,13 persen quarter-to-quarter (qtq), dari sebelumnya minus 1,91 persen qtq.
Suhariyanto mengatakan, sejumlah sektor yang mengalami kenaikan atau pertumbuhan produksi yaitu industri galian bukan logam (14,15 persen) dan industri alat angkutan lainnya (11,25 persen). Sementara penurunan produksi terjadi pada industri pengolahan tembakau (13 persen) dan industri mesin dan perlengkapan (6,01 persen).