TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat bahwa sepanjang Oktober 2019 telah terjadi inflasi sebesar 0,02 persen month-to-month (mtm). Kondisi ini berbalik dari kondisi bulan sebelumnya, September 2019, yang mencatatkan deflasi sebesar 0,27 persen.
Meski mengalami kenaikan, kata Suhariyanto, inflasi Oktober 2019 ini masih lebih rendah dari Oktober 2018 yang sebesar 0,28 persen. “Secara umum mengalami kenaikan, tapi tipis,” kata kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa, 1 Oktober 2019.
Sementara itu secara year-to-date (ytd), inflasi dari Januari hingga Oktober 2019 ini tercatat sebesar 2,22 persen. Adapun secara tahunan, inflasi tercatat sebesar 3,13 persen year-on-year (yoy). “Jadi Inflasi masih terkendal, tinggal dua bulan lagi, saya yakin target inflasi akan tercapai,” kata Suhariyanto.
Suhariyanto mengatakan, dua komoditas yang menjadi penyumbang terbesar laju inflasi Oktober adalah kenaikan harga ayam ras dan bawang merah. Masing-masing komoditas ini menyumbang inflasi sebesar 0,05 persen dan 0,02 persen.
Namun, secara umum, bahan makanan justru mengalami deflasi 0,41 persen pada Oktober lalu. “Ini karena banyak komoditas yang turun, maka bahan makanan mengalami deflasi,” Suhariyanto menjelaskan.
Selain harga ayam ras dan bawang merah, komoditas lain yang menyumbang inflasi adalah harga lauk-pauk hingga rokok. Suhariyanto mengatakan, rokok filter dan rokok putih menyumbang inflasi masing-masing 0,1 persen. Sehingga secara umum, komoditas yang masuk dalam kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau ini mengalami inflasi total sebesar 0,45 persen.
Suhariyanto memperkirakan, inflasi pada November nanti belum akan berubah banyak dari Oktober 2019. Akan tetapi, Suhariyanto mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan inflasi pada Desember 2019. “Karena biasanya ada permintaan angkutan udara karena liburan,” kata dia.