TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan kementeriannya tengah mendiskusikan besaran beban talangan untuk menutup kenaikan besaran iuran Badan Penyenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Diskusi itu dilakukan bersama lintas kementerian dan badan terkait.
"Kami hitung dulu beban talangan yang harus dibayar supaya sama. Kami diskusikan dengan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan persisnya regulasinya. Perpresnya gimana," ujar Askolani saat ditemui di kompleks kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu, 30 Oktober 2019.
Diskusi tersebut, ujar dia, penting digelar untuk menyeragamkan data besaran dana talangan yang tercatat oleh masing-masing kementerian dan badan. Adapun saat ini, beban kenaikan iuran yang ditanggung oleh pemerintah hanya khusus untuk peserta penerima bantuan iuran atau PBI.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 yang mengatur jaminan kesehatan, pemerintah resmi menaikkan iuran kepesertaan, termasuk bagi anggota PBI yang selama ini dibayari APBN. Besaran iuran tersebut meningkat dari semula Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu.
Kenaikan iuran PBI yang ditanggung APBN dan APBD mulai berlaku pada 1 Agustus 2019. Kebijakan kenaikan premi iuran itu resmi diterapkan setelah Perpres yang mengaturnya diteken oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 24 Oktober 2019.
Kementerian Keuangan sebelumnya sudah menghitung beban yang harus dibayarkan pemerintah pusat akibat kenaikan iuran selama lima bulan, yakni Agustus hingga Desember, sebesar Rp 9,2 triliun. Bekas Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo pada awal Oktober mengatakan hitungan itu berasal dari selisih besaran iuran sebelumnya dengan besaran iuran setelah naik, lalu dikalikan dengan peserta PBI yang berjumlah 132 juta jiwa.
Ia mengatakan Kementerian Keuangan atau Kemenkeu sudah menyiapkan dana talangan dalam APBN 2019. "Kami siapkan dana talangan untuk pusat dan daerah. Kalau plus daerah, jumlahnya bisa Rp 13 triliun," tuturnya