TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengaku gamang menanggapi kebijakan pemerintah pusat terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. "Kenaikan iuran itu jelas akan memberatkan APBD," ujarnya pada Tempo, Rabu, 30 Oktober 2019. "Akan menyedot dana APBD semakin besar."
Pasalnya, pemerintah daerah selama ini harus ikut membayar iuran peserta BPJS Kesehatan dari golongan pekerja penerima upah atau PPU. PPU ini berasal dari Aparat Sipil Negeri atau ASN, TNI-Polri, pegawai BUMN, dan karyawan swasta dengan besar iuran yang harus ditanggung anggaran daerah yakni 5 persen dari upah per bulan.
Akibat kenaikan iuran BPJS itu, menurut Heroe, sedikitnya butuh anggaran sebesar Rp 50-70 miliar per tahun dari APBD Kota Yogyakarta. Kenaikan beban ini lebih dari dua kali lipat dari yang semula ditanggung daerah.
Bahkan jika dibandingkan dengan jaman layanan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang bisa berlipat lebih dari tiga kali. “Dengan biaya pembayaran yang jadi berlipat-lipat seperti itu, sayangnya masih meninggalkan banyak masalah,” ujar Heroe.
Pernyataan Heroe merespons keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang telah menandatangani regulasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Lebih jauh Heroe mencontohkan masih adanya sejumlah masalah dari penyelenggaraan JKN oleh BPJS Kesehatan misalnya pelayanan kesehatan yang tidak maksimal dan juga tunggakan BPJS ke RSUD semakin besar. Akibatnya, Pemkot Yogya harus tetap juga menanggung biaya operasional RSUD yang pendapatannya semakin turun.