TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan bakal berimbas pada banyaknya peserta Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN turun kelas. "Saya punya data panel orang yang sama, tahun 2015 dibandingkan tahun 2017 itu kelasnya beda-beda semua, rata rata turun kelas karena ada kenaikan iuran," kata peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teguh Dartanto, Rabu, 30 Oktober 2019.
Teguh menjelaskan, LPEM UI sebelumnya pernah melakukan penelitian merespons keputusan pemerintah pada 2016 menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, ia yakin per Januari 2020, ketika aturan itu berlaku untuk seluruh segmen kepesertaan, maka peserta bakal pindah kelas dari yang lebih tinggi ke kelas lebih rendah.
Namun demikian, Teguh menegaskan bahwa program JKN tetap harus dilanjutkan dan BPJS Kesehatan tidak boleh bangkrut hanya karena defisit keuangan. "Intinya adalah kita harus paham bahwa kita nggak boleh mundur," katanya.
JKN dan BPJS Kesehatan, menurut Teguh adalah produk sudah dibangun untuk investasi masa depan. "Mau tidak mau, kita harus pegang ke depan memandangnya sebagai investasi, ada dampak positif jangka panjang dan pendek."
Teguh juga tidak menampik bahwa masih ada tantangan menjalankan program JKN dari sisi keuangan, luasnya kepesertaan, isu pembelian strategis dan isu urun biaya yang masih harus dioptimalkan, dan lainnya. Meski begitu, keberlangsungan program JKN hanya bisa bertahan lama apabila dilakukan upaya promotif dan preventif untuk mencegah masyarakat jatuh sakit.
Lebih jauh Teguh menyebutkan, tanpa adanya upaya pencegahan penyakit dan edukasi promosi kesehatan kepada masyarakat, jumlah peserta JKN yang sakit akan terus bertambah banyak. Hal ini yang akan terus menerus membebani program JKN.