TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sedang mengkaji dua kebijakan yang pernah dibuat menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti. Dua kebijakan tersebut yaitu larangan penggunaan alat tangkap ikan cantrang dan larangan transhipment atau alih muatan di tengah laut.
"Dulu tangkap pakai cantrang enggak boleh dan melanggar. Lalu pakai pancing, tapi pancing bukan jala," kata Edhy saat ditemui dalam pertemuan dengan para nelayan di Pelahuhan Perikana Muara Angke, Jakarta Utara, Senin, 28 Oktober 2019.
Menurut Edhy, alat lain pengganti cantrang sebenarnya sudah tersedia, namun belum banyak. "Ada yang alat tangkapnya enggak cocok, ada yang enggal kebagian, ada yang alat tangkapnya ada, tapi pelampungnya enggak ada," kata Ketua Komisi Perikanan DPR 2014-2019 ini.
Di sisi lain, kata Edhy, masih terjadi perdebatan sampai saat ini. Sebagian bilang penggunaan cantrang aman dan sebagian lain menyebut tidak. Perbedaaan pendapat inilah, kata Edhy, yang akan disatukan dalam waktu dekat. "Kita harus cari jalan keluar," ujarnya.
Selain cantrang, pengkajian ulang juga dilakukan terhadap larangan transhipment. "Enggak sulit, kan banyak ahli. Di dalam kita sudah banyak ahli, biar fair nanti kami undang siapa ahlinya segera, paling waktu 5 jam sudah selesai," kata dia.
Edhy menyadari ada kekhawatiran bahwa transhipment ini akan membuat kapal menjual muatan mereka di tengah laut. Tapi saat ini, kata dia, sudah ada teknologi GPS real-time yang bisa melihat posisi kapal secara jelas. "Lu lagi ngapain di pinggir pantai itu pun kelihatan, sampe 30 senti pun kelihatan, jadi kalau orang ngangkat ikan mindahin ikan kelihatan," kata dia.
Untuk cantrang, larangan sebelumnya diberlakukan pada 1 Januari 2018. Susi telah memberi penjelasan soal kebijakannya tersebut. Susi menyebut cantrang memiliki panjang tali sampai 6 kilometer dengan diameter tali sebesar lengan orang dewasa.
"Sekarang kita bayangkan 6 km tali besarnya seperti lengan kita, dengan laut Jawa yang kedalamanya cuma 60 meter, sampai nggak ke dasar, sampai nggak itu? Sama to? Nggaruk dasarnya," kata Susi pada 14 Mei 2019.
Sementara larangan transhipment lebih awal lagi, pada November 2014. Susi saat itu beralasan selama ini transhipment menjadi modus pencurian ikan dengan memindahkan muatan di tengah laut, lalu mengangkutnya ke luar negeri.
"Banyak tindak pidana penyelundupan dan kejahatan lainnya terjadi di laut lepas ini karena tidak ada larangan melakukan transhipment," kata Susi Pudjiastuti melalui keterangan resmi, Senin, 25 Juni 2018.
FAJAR PEBRIANTO | BISNIS