TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghapus dua eselon di pemerintahan untuk memangkas birokrasi dinilai tak sejalan dengan keputusannya mengangkat 12 orang wakil menteri.
Salah satu yang mempertanyakan keputusan Jokowi adalah Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Saleh Daulay. "Saya juga melihat bahwa pelantikan wakil menteri yang dilakukan hari ini masih menimbulkan tanda tanya," kata Saleh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 25 Oktober 2019.
Saleh menyinggung pernyataan Jokowi saat pidato perdana seusai pelantikan pada Ahad, 20 Oktober 2019 lalu. Kala itu, ia mengatakan ingin melakukan reformasi birokrasi dengan memangkas eselon 3 dan 4 di setiap kementerian dan lembaga. "Pertanyaannya apakah ini tidak bertentangan atau kontradiktif dengan gagasan presiden untuk memangkas birokrasi di pemerintahan itu tadi," ujar Saleh.
Namun hal ini dibantah oleh Puan Maharani, Ketua DPR yang juga Ketua DPP PDIP. Ia menolak jika kehadiran wamen dinilai sebagai sikap Jokowi yang tidak konsisten untuk memangkas birokrasi.
Puan meminta publik memberi kesempatan ke para menteri dan para wamen untuk bekerja ketimbang langsung mengambil kesimpulan tertentu. "Kita harus lihat dan berikan waktu menteri dan wamen ini untuk bisa melakukan terobosan-terobosan dan inovasi yang kreatif dan cerdas untuk bisa menyelesaikan PR (pekerjaan rumah) di kementeriannya,” ucapnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2019.
Lebih jauh Puan yakin Presiden Jokowi sudah mempertimbangkan urgensinya sesuai beban di kementerian yang sangat besar. Oleh karena itu, kata Puan, seorang menteri memerlukan wamen, dan tidak semua kementerian memiliki itu.