TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi telah mengirimkan hasil rekomendasi mereka kepada Lion Air dan perusahaan Boeing Co. menyusul terbitnya hasil investigasi terhadap kecelakaan pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP LNI 610/JT 610. Kepala Sub-bidang Komite Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan poin rekomendasi itu meliputi asumsi pembuatan desain pesawat hingga sistem manajemen penerbangan yang mesti diperbaiki.
"Untuk Boeing, kami kirimkan rekomendasi soal bagaimana mereka melakukan penilaian, kajian-kajian, dan asumsi yang perlu diperbaiki," ujar Nurcahyo di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 25 Oktober 2019.
Nurcahyo mengatakan, dalam merancang pesawat, Boeing tidak mempertimbangkan standar kemampuan standar pada umumnya. Namun, perusahaan itu merujuk pada kemampuan pilot yang umumnya bertugas mengetes penerbangan alias pilot test.
Padahal, menurut KNKT, kemampuan pilot pada umumnya tidak seluruhnya semumpuni test pilot. KNKT juga mengirimkan rekomendasi kepada Boeing agar perusahaan membuat asumsi sistem penerbangan pesawat yang lebih membumi.
Adapun untuk Lion Air, KNKT menyarankan perusahaan melakukan perbaikan di berbagai sisi. Terutama di bidang pelatihan, manual training, hingga pembuatan silabus training. KNKT juga menyinggung soal pembaruan sistem yang mesti dilakukan berkala.
"Mereka punya sistem manual itu sebaiknya diperbaiki atau diupgrade sesuai dengan waktunya. Lalu, menjamin implementasinya di lapangan," tuturnya.
Seluruhnya, KNKT mengirimkan enam poin rekomendasi kepada Boeing dan tiga poin rekomendasi kepada Lion Air. KNKT tak merinci poin-poin tersebut.
Selain untuk perusahaan terkait, KNKT mengirimkan sarannya kepada Kementerian Perhubungan terkait pengawasan penerbangan. "Kami menyarankan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk melakukan pengawasan. Bahwa, prosedur yang dimiliki operator dan bengkel perlu ditingkatkan pengawasan," ujarnya.
KNKT sebelumnya merilis sembilan poin kontribusi yang ditengarai menyebabkan kecelakaan pesawat JT 610 terjadi pada 29 Oktober tahun lalu. Investigasi ini mengacu pada International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex 13, yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Keselamatan Penerbangan.
Adapun investigasi dilakukan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2013.
"Dalam pasal itu, investigasi KNKT tidak bertujuan untuk mencari kesalahan, tidak memberikan sanksi, dan tidak menentukan pihak yang bertanggung jawab," tutur Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono.
Selama menggelar penelaahan, KNKT menerima bantuan dari investigator keselamatan penerbangan Australia, Malaysia, dan Singapura. Indonesia juga memperoleh bantuan dari Kerajaan Arab Saudi sebagai peneliti alias observer.