TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN akhir tahun ini berada di kisaran 2 hingga 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto.
"Kita bicara pelebaran defisit anggaran 2 persen sampai 2,2 persen terhadap PDB. Sifatnya masih kisaran, karena ketidakpastian masih cukup tinggi," kata Luky Alfirman di Gedung Juanda Kemenkeu, Jakarta, Jumat, 25 Oktober 2019.
Menurut Luky, kondisi tersebut disebabkan oleh penerimaan negara yang lebih rendah dibandingkan belanja negara. Angka itu, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,93 persen atau sebesar 296 triliun. Namun, Luky enggan menyebut nilai perkiraan defisit anggaran sampai akhir tahun 2019 yang sudah direvisi ini.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat adanya kenaikan defisit APBN 2019. Hingga akhir Agustus 2019, angka defisit mencapai angka Rp 199,1 triliun atau 1,24 persen dari Produk Domestik Bruto. Artinya, defisit hingga akhir Agustus tersebut mencapai 67,2 persen dari target defisit akhir tahun yang sebesar Rp 296 triliun.
Sementara itu, pada periode yang sama tahun lalu, realisasi defisit APBN 2018 mencapai Rp 150,5 triliun atau 1,02 persen dari PDB. Artinya, defisit pada periode yang sama tahun 2019 ini tercatat lebih tinggi ketimbang pada periode yang sama pada tahun lalu.
Hingga 31 Agustus 2019, Sri Mulyani mengatakan penerimaan negara baru mencapai Rp 1.189,3 triliun alias 54,9 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019 yang Rp 2.165,1 triliun. Artinya, masih kurang sekitar 45 persen atau Rp 975,83 triliun dari target. "Kalau dibanding tahun lalu yang Rp 1.152,9 triliun, pertumbuhannya 3,2 persen," ujar dia di Jakarta, 24 September 2019.
Sri Mulyani mengatakan realisasi belanja negara hingga akhir Agustus 2019 adalah Rp 1.388,3 triliun atau 56,4 persen dari target APBN 2019. Besar belanja negara itu naik 6,5 persen dari tahu lalu. Pertumbuhan belanja negara itu sedikit lebih lemah dari tahun lalu yang tumbuh 8,8 persen.
HENDARTYO HANGGI | CAESAR AKBAR