TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir tak begitu mempermasalahkan menggunungnya utang perusahaan pelat merah. Menurut dia, masyarakat jangan terjebak dengan anggapan bahwa berutang itu salah.
"Kalau utang itu bermanfaat dan bisa menjadikan sebuah cashflow atau pendapatan yang baik, saya rasa tidak ada yang salah," ujar Erick di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2019.
Hal tersebut, menurut dia, sama halnya seperti usaha kecil menengah atau pengemudi motor yang motornya kredit di leasing. Namun, kemudian mereka mencari pendapatan dari sana untuk melunasi biaya leasing itu.
"Itu enggak apa-apa, yang bahaya kalau sudah ngutang dikorupsi, nah itu yang kita harus tuntaskan dan harus ditindaklanjuti," kata Erick Thohir.
Sebelumnya, Lembaga pemeringkat utang internasional, Moody’s Investor Service menyampaikan potensi peningkatan risiko gagal bayar utang swasta korporasi Indonesia. Hal itu tertuang dalam laporan berjudul ‘Risks from Leveraged Corporates Grow as Macroeconomic Conditions Worsen’.
Laporan itu mengungkapkan hasil stress test risiko kredit dari 13 negara Asia Pasifik, di mana Indonesia tercatat memiliki Interest Coverage Ratio (ICR) yang sangat kecil, bahkan sebanyak 40 persen utang korporasi Indonesia memiliki skor ICR lebih kecil dari 2. Skor ICR yang semakin rendah tersebut menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali pinjamannya semakin menurun.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menuturkan peringatan Moody’s itu merujuk pada situasi pelemahan ekonomi global yang kemudian berdampak pada kinerja korporasi dalam negeri.
Adapun berdasarkan Statistik Utang Luar Negeri (ULN) Bank Indonesia, nilai utang korporasi swasta dan BUMN hingga Juli 2019 mencapai US$ 197,8 miliar atau setara dengan Rp 2.769,20 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per US$). Posisi itu tumbuh 11,5 persen secara tahunan dan tumbuh 11,1 persen secara bulanan. Peningkatan tersebut menurut bank sentral disebabkan oleh penerbitan obligasi global oleh korporasi non lembaga keuangan.
CAESAR AKBAR | GHOIDA RAHMAH