Pada 2018, kondisinya relatif berbeda. Harga minyak melambung tak terkendali. Harga komoditas yang sempat nyungsep mulai merangkak naik. Imbasnya tentu positif bagi pengelolaan anggaran.
Pendapatan negara surplus, belanja negara juga optimal. Desifit yang semula berada di atas 2 persen berhasil ditekan hingga ke angka 1,83 persen. Dari aspek kinerja anggaran, barangkali pengelolaan anggaran tahun 2018 merupakan yang terbaik selama pemerintahan Kabinet Kerja jilid I.
Meski begitu, capaian ini bukannya tanpa catatan. Pengelolaan anggaran yang cukup apik tersebut tak lain karena imbas dari harga migas dan komoditas yang meroket. Sehingga, selain tidak berkelanjutan, posisi anggaran bisa dengan mudah berubah 180 derajat jika harga komoditas anjlok seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pada awal 2019 harga migas dan komoditas SDA lainnya perlahan menyusut, perekonomian langsung melesu. Pertumbuhan penerimaan pajak tak pernah sampai dua digit. Bahkan pada awal Oktober 2019, penerimaan pajak terkontraksi sebesar 0,31 persen.
Shortfall penerimaan pajak melebar. Defisit pun juga diproyeksikan melebar dari target. Dan pengelolaan anggaran tahun 2019 mengalami titik nadir seperti sebelum tahun 2019. Dengan begitu, ketika mengakhiri jabatannya sebagai Menteri Keuangan di periode pertama Jokowi, Sri Mulyani masih meninggalkan catatan dalam pengelolaan fiskal, terutama penerimaan pajak.
BISNIS