TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berjanji akan memberikan insentif pajak bagi pelaku industri yang membuka program pemagangan yang berkualitas. Pengurangan pajak ini diharapkan dapat mendorong minat industri untuk melakukan pemagangan berkualitas dan memperkuat keterampilan pekerja Indonesia
"Ini akan meningkatkan kesiapan mereka dalam menghadapi globalisasi perubahan teknologi serta perubaha n struktur ekonomi,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Keementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rudy Salahuddin, di Novotel Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Oktober 2019.
Rudy menuturkan, pemerintah juga telah menerbitkan aturan tentang super deduction vokasi bagi wajib pajak badan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.010/2019 mengenai wajib pajak badan yang mengeluarkan biaya untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran untuk pengembangan kompetensi tertentu. Perusahaan yang memenuhi syarat, dapat menerima pengurangan penghasilan bruto hingga 200 persen dari biaya yang dikeluarkan.
Industri juga dapat menerima insentif pajak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2019 tentang pengurangan pajak untuk perusahaan-perusahaan dalam penyelenggaraan program pemagangan dan pelatihan vokasi. "Agar insentif pajak tepat sasaran, pemberian insentif diberikan ke enam sektor, manufaktur, agribisnis, ekonomi digital, pariwisata, kesehatan, dan pekerja migran. Harapan kami insentif ini dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh industri," tutur Rudy.
Langkah tersebut perlu dilakukan karena ada ketidaksesuaian antara skill dan kebutuhan industri terhadap tenaga kerja Indonesia. Sehingga ia menilai bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan domestik dan global di bidang sumber daya manusia (SDM). "Ada ketidakcocokan 50 persen tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Kemudian ada tantangan otomatisasi juga," ungkap Rudy.
Baca Juga:
Rudy mengungkapkan, pihaknya bersama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengembangkan rencana jangka panjang yang bisa dijadikan acuan untuk pendidikan vokasi. "Kita juga akan mengembangkan Balai Latihan Kerja (BLK) yang bisa digunakan tenaga kerja untuk re-skilling. Kami ingin keterlibatan industri lebih baik lagi," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Syarif Ibrahim Busono Adi, mengungkapkan ada kesenjangan antara industri dan pendidik tenaga kerja Indonesia sehingga membuat lulusan vokasi banyak yang tidak mendapatkan pekerjaan. Ia menjelaskan, terbukti pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2019, dilihat dari tingkat pendidikan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi ada pada SMK, yaitu sebesar 8,63 persen, dan terendah lulusan SD sebesar 2,65 persen.