TEMPO,CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Chatib Basri meyakini Indonesia akan tetap masuk dalam 10 besar ekonomi dunia pada 2045 nanti atau 100 tahun umur Indonesia merdeka. Sebab, Indonesia memiliki kapasitas penduduk yang sangat besar yang bisa menopang perekonomiannya.
“Kalau banyak penduduk, tidak melakukan apa-apa juga bisa saja,” kata dia saat menjadi penanggap dalam acara peluncuran buku “Menuju Indonesia Emas” karya Faisal Basri dan Haris Munandar di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Senin, 21 Oktober 2019. Namun, kata dia, ekonomi Indonesia tidak akan bisa tumbuh lebih cepat tanpa diiringi produktivitas.
Chatib mengingatkan bahwa produktivitas perekonomian menjadi kunci yang harus diselesaikan pemerintah. Ia mengutip riset dari ekonom Massachusetts Institute of Technology (MIT), Daron Acemoglu yang menyatakan ekonomi masyarakat di perbatasan Meksiko-Amerika Serikat dan Korea Selatan-Korea Utara berbeda capaian karena faktor produktivitas dan kebijakan. “Padahal culture masyarakatnya sama,” kata dia.
Permasalahan inilah, kata Chatib, yang dituangkan dalam buku karya Faisal dan Haris dalam buku “Menuju Indonesia Emas”. Chatib menilai buku ini diluncurkan dalam waktu yang sangat tepat dengan persoalan yang terjadi saat ini. Dalam buku ini, kata dia, Faisal dan Haris mengingatkan bahwa Indonesia bisa menjadi tua sebelum kaya jika ekonomi hanya tumbuh 5 persen saja seperti saat ini. “Itu bikin celaka,” kata dia.
Dalam buku ini, kata Chatib, dijelaskan bahwa untuk memacu pertumbuhan ekonomi, strategi yang harus digunakan adalah strategi menyerang. Faisal menganalogikannya dengan klub sepakbola asal Spanyol yaitu Barcelona yang mencatatkan 90 gol. Meski juga banyak kemasukan gol, Barcelona tetap menjadi kampiun di Liga Spanyol. “Ini seni, enggak semua orang bisa menulis dengan analogi seperti ini,” kata dia.
Salah satu bentuk strategi menyerang untuk menggenjot produktivitas yang dituangkan dalam buku ini yaitu menggenjot industrialisasi, konsolidasi sektor keuangan, menyelesaikan persoalan energi, dan menghilangkan praktik ekonomi rente. Menurut Chatib, salah satu argumen Faisal yang menarik yaitu dibutuhkan rasio investasi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sampai 6,2 persen untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi 1 persen.
Artinya, dibutuhkan rasio investasi hingga 37 persen terhadap PDB untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi 6 persen. Angka inilah yang dinilai Faisal terlalu boros atau mencerminkan produktivitas ekonomi Indonesia yang rendah. “Jadi caranya, bagaimana menghasilkan kebutuhan modal yang lebih kecil, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” kata Chatib.
FAJAR PEBRIANTO