Sepanjang periode pertama, kata Timboel, pembantu presiden kerap mengadakan rapat untuk membicarakan defisit. Namun, hingga saat ini solusi sistemik soal persoalan itu masih belum juga diperoleh. Padahal, defisit itu sudah terhitung besar dan menyebabkan tunggakan BPJS Kesehatan kepada Rumah Sakit terus menumpuk.
Tunggakan itu, tutur dia, berujung kepada terganggunya arus kas operasional rumah sakit. Bukan hanya rumah sakit yang terkena dampak negatif, tapi juga pasien, perusahan obat, hingga perusahaan alat kesehatan.
"Denda satu persen yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan kepada RS akibat keterlambatan bayar, yang nilainya sudah mencapai ratusan miliar, tentunya juga akan menambah beban defisit JKN," kata Timboel. "Inefisiensi pembiayaan akibat denda dibiarkan terus terjadi sehingga merugikan APBN."
Karena itu, Timboel meminta Jokowi mengambil alih persoalan ini pada periode kedua pemerintahannya. Sehingga, berbagai solusi yang direncanakan bisa dieksekusi dan tidak hanya menjadi wacana.
Selepas pelantikan, ia juga berharap Jokowi segera memberi bantuan kepada BPJS Kesehatan untuk melunasi utangnya kepada rumah sakit dan mengevaluasi kinerja para pembantunya dalam menyelesaikan masalah defisit JKN ini. "Termasuk mengevaluasi beberapa regulasi seperti di atas yang memang menghambat akses peserta atas penjaminan JKN," kata Timboel.