Bicara mengenai anggaran untuk infrastruktur, memori kita terlempar pada peristiwa lima tahun silam. Belum genap sebulan menjabat, Presiden Jokowi memutuskan merilis kebijakan kontroversial. Majalah Tempo edisi 24 November 2014 menulis bahwa Presiden, sejak rapat kabinet perdana, meminta menteri-menteri memangkas subsidi BBM—yang berisiko menggerus popularitasnya. Kebijakan itu dilandasi temuan yang menyatakan ongkos pemerintah untuk membiayai subsidi BBM selama ini jauh lebih besar ketimbang ongkos pembangunan infrastruktur.
"Subsidi BBM mencapai Rp 714 triliun, sedangkan infrastruktur hanya Rp 574 triliun dan kesehatan Rp 220 triliun. Kok, kita memberikan subsidi yang 71-72 persen dinikmati oleh kalangan menengah ke atas?” kata Jokowi, seperti dikutip dari Majalah Tempo.
Presiden Jokowi menyampaikan, saat itu pemerintah membutuhkan duit banyak untuk membangun infrastruktur. Namun kas yang dimiliki negara tak cukup kuat menopang kebutuhan. Sedangkan sesuai dengan rencana stregis yang dibuat masing-masing kementerian, Jokowi ingin pembangunan akses, seperti tol laut, jalan tol, pembangunan pembangkit listrik, hingga pengembangan infrastruktur pertanian mencapai akselerasi.
Berdasarkan hitung-hitungan, dalam lima tahun masa pemerintahannya, Jokowi membutuhkan duit sedikitnya Rp 2.000 triliun untuk menutup kebutuhan infrastruktur. Duit itu bukan hanya bersumber dari perluasan cakupan wajib pajak. Kenaikan harga BBM subsidi pun menjadi pilihan.
Bandara New Yogyakarta International Airport atau NYIA di Kulon Progo, Yogyakarta. Sumber: Angkasa Pura I
Sejak digenjot selama lima tahun dengan mengalihkan duit subsidi energi, seperti apa capaian pemerintah dalam bidang infrastruktur? Yang jelas, Jokowi jor-joran dalam menggenjot infrastruktur konektivitas, energi, sumber daya air, dan telekomunikasi.
- Sektor energi
Berdasarkan laporan Kantor Staf Presiden, pemerintah mengklaim telah mencapai rasio elektrifikasi 98,9 persen hingga semester I tahun anggaran 2019. Untuk mencapai rasio tersebut, pemerintah menancapkan tiang pancang pembangunan megaproyek listrik 35 ribu watt sejak 2014. Majalah Tempo edisi 11 Januari 2016 menulis, proyek elektrifikasi itu dipetakan ke dalam tujuh titik. Di antaranya Sumatera, Kalimantan, Jawa & Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Proyek setrum dikerjakan oleh PT Pembangkit Listrik Negara atau PLN dan swasta.