TEMPO.CO, Jakarta -Sepanjang kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama dengan Jusuf Kalla selama lima tahun terakhir, kinerja ekonomi di sektor pasar keuangan boleh dibilang cukup menggembirakan. Indikasi ini terlihat lewat catatan rekor jumlah perusahaan yang mengelar initial public offering atau IPO pada 2018. Selain itu, jumlah investor yang melonjak tajam juga menjadi kabar gembira tidak hanya bagi pelaku pasar tetapi juga otoritas keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mencatat pada 2018, jumlah perusahaan yang mencari pendanaan publik melalui IPO di pasar modal mencapai 58 perusahaan. Selama empat tahun terakhir, OJK juga mencatat bahwa jumlah perusahaan yang melakukan IPO mengalami tren positif. Bursa Efek Indonesia menyatakan 58 perusahaan yang melakukan IPO sepanjang 2018 itu sebagai rekor terbaru sepanjang bursa.
Indikasi menggembirakan juga datang lewat lonjakan jumlah investor di pasar modal. Hal itu tercermin lewat jumlah pemegang Single Investor Identification (SID) yang tumbuh signifikan hingga 55 persen dalam kurun waktu 2015-2018 atau mencapai 1,6 juta dari sebelumnya 434 ribu SID. Sampai awal Agustus 2019, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia juga mencatat jumlah pemegang SID telah mencapai angka 2,07 juta. Dari total jumlah itu, sebanyak 2,04 juta merupakan investor retail.
Selain itu, peran dan kontribusi pasar modal terhadap perekonomian domestik juga terus tumbuh positif. Sepanjang 2008 hingga 2018 kapitalisasi pasar modal tumbuh 20,6 persen per tahun dengan posisi terakhir pada Jumat, 18 Oktober 2019 senilai Rp 7.141,14 triliun. Dengan pertumbuhan kapitalisasi pasar tersebut, rasio kapitalisasi pasar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat dari 21,7 persen pada 2008 menjadi 47,3 persen pada 2018.
Dari sisi pendalaman pasar keuangan, instrumen reksa dana tercatat terus bertambah. Sampai awal Oktober 2019 jumlah instrumen reksa dana telah mencapai 2.196 buah. Jumlah ini melonjak 145,6 persen dari yang semula hanya 894 jenis reksa dana pada 2014. Sedangkan dari sisi total jumlah dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) sampai awal Oktober nilainya mencapai Rp 543,2 triliun dari sebelumnya pada 2014 baru mencapai Rp 241,5 triliun.
Menanggapi kinerja sektor keuangan tersebut, Kepala Riset PT Koneksi Kapital Indonesia Alfreds Nainggolan tak membantah bahwa pasar modal telah menjadi penghimpunan dana baik bagi pemerintah maupun korporasi yang maksimal. Dengan penyediaan pembiayaan yang mampu mencapai angka Rp 2.500 triliun dalam 2-4 tahun terakhir, boleh disebut peran pasar modal memang signifikan bagi perekonomian.
“Kalau dari sisi capaian sih memang rata-rata bisa dibilang di atas beberapa negara-negara, walaupun dari sisi besaran pertumbuhan itu tidak fantastis seperti 5-10 tahun sebelumnya,” kata Alfreds ketika dihubungi Tempo, Kamis 17 Oktober 2019.
Menurut Alfreds, perkembangan sektor jasa keuangan sebenarnya masih bisa terus tumbuh. Hanya saja hal ini tertahan akibat pertumbuhan ekonomi domestik yang cenderung tak bergerak dari angka 5 persen di era 5 tahun kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla. Dia menyebut, meski angka pertumbuhan tersebut tidak buruk, namun bila dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam, angka 5 persen masih terlihat kecil.
Penelusuran Tempo, pada masa kampanye Pemilihan Presiden 2014 lalu, Jokowi berjanji membawa ekonomi Indonesia hingga ke level 7 persen. Hal tersebut dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019. Dalam RPJMN tersebut, pemerintahan Jokowi menyatakan ekonomi bisa tumbuh 8 persen pada 2019 atau akhir masa jabatannya.