Adapun RUU Perlindungan Data Pribadi merupakan undang-undang yang diinisasi oleh pemerintah, tepatnya berada di bawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informatika. RUU ini sebenarnya bukan merupakan barang baru, pasalnya sempat beberapa kali mengalami revisi draft sejak pertama kali diusulkan pada 2014 silam.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Semuel A. Pangerapan memastikan jika RUU ini akan diajukan masuk dalam program legislasi prioritas DPR periode 2019-2024. Dia mengatakan beleid tersebut akan segera diserahkan ke dewan dalam waktu dekat untuk segera dibahas. “Kami mengutamakan RUU ini karena sifatnya mendesak terkait dengan hak-hak pemilik data,” kata Semuel.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi berujar lembaganya juga turut mengawal dan mendorong percepatan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi. “Di negara lain seperti Singapura, Malaysia, Filipina juga diatur setingkat undang-undang, karena kalau tidak, ada kekhawatiran perbuatan akses ugal-ugalan terhadap data pribadi akan terus berlangsung dan pada akhirnya dapat mengganggu reputasi industri ekonomi digital di Indonesia,” ujarnya.
Hendrikus mengatakan di dalam RUU Perlindungan Data Pribadi juga akan memuat pemberlakuan sanksi terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran. “Ini berlaku untuk fintech ilegal maupun fintech legal yang melanggar akan dikenakan sanksi baik pidana, perdata, maupun administratif, sehingga dengan sendirinya akan ada rasa takut untuk membocorkan dan menyalahgunakan data,” kata dia.
Adapun regulator saat ini telah memiliki peraturan perlindungan data pribadi yang wajib dipatuhi oleh 127 entitas fintech pendanaan yang terdaftar/berizin di OJK. “Akses data pribadi yang kami berikan saat ini hanya tiga yaitu kamera, mikrofon, dan lokasi, tapi ini sifatnya temporer karena belum ada undang-undang yang mengatur.”
Selain itu, ihwal pelanggaran pencurian dan penyalahgunaan data pribadi selama ini sebenarnya juga telah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Namun sifatnya masih berdasarkan delik aduan, jadi harus ada yang melaporkan dulu baru bisa ditindak,” ujar Hendrikus.