Egi mengatakan pemerintah perlu bergegas memprioritas EBT. Tren energi global saat ini mulai bergeser dari batubara ke EBT. Harga listrik EBT akan semakin bersaing dengan listrik batubara seiring maraknya teknologi bermunculan. Jika pemerintah terus berfokus membangun pembangkit dari batubara, dia memperkirakan adanya aset pembangkit yang akan terbengkalai di masa depan lantaran harga listrik yang bersaing.
Analis Institute for Energy Economics and Financial Analysis Elrika Hamdi juga menyoroti syarat penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri untuk pembangkit listrik EBT. Untuk PLTS misalnya, TKDN dipatok 60 persen. Dia menilai pemerintah perlu mempertimbangkan kemampuan industri lokal. "Apakah industri bisa memproduksi dengan harga terjangkau dan kualitas yang baik?" kata dia. Elrika juga mencatat pemerintah perlu membuat aturan yang adil antara EBT dan listrik dari batubara mengenai Biaya Pokok Penyediaan (BPP).
British Petroleum pun mencatat pengembangan EBT di Indonesia lambat. Group Chief Economist dari British Petroleum Spencer Dale menyatakan peningkatan pembangkit listrik tenaga angin dan surya masih diabaikan di Indonesia. Namun produksi biomassa dan panas bumi alami peningkatan sebanyak 8,9 persen atau mencapai 3 Mtoe pada 2018. "Energi terbarukan menyumbang 5,5 persen dari total pembangkit pada 2018, atau meningkat tipis dari 5,3 persen dari tauun sebelumnya," kata dia.