TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 233 ekonomi dari 61 perguruan tinggi dan 11 lembaga riset mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Perundang-undangan tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perpu KPK. Menurut para ekonom ini, Revisi UU KPK yang baru saja disahkan oleh DPR justru melahirkan pelemahan terhadap penindakan dan pencegahan korupsi yang akhirnya akan membuat efisiensi ekonomi dan investasi menurun.
“Kami mendukung Pak Jokowi untuk meneruskan pembangunan ini, dengan menerbitkan Perpu KPK, karena mudharat ketika mengeluarkan Perpu lebih kecil, daripada tidak mengeluarkan Perpu,” kata Rimawan Pradiptyo, ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mewakili ratusan ekonomi ini dalam konferensi pers di Hotel Mercure, Jakarta Selatan, Jumat, 18 Oktober 2019.
Dukungan terhadap penerbitan Perpu KPK ini rupanya tidak hanya datang ekonom dari dalam negeri. Rimawan menyebut sejumlah ekonom asal Indonesia atau dispora di luar negeri juga telah menyatakan dukungannya. Di antaranya mulai dari ekonom Indonesia di The Australian National University (ANU) dan University of Canberra, Melbourne Institute of Technology di Australia, hingga Leiden University di Belanda.
Sebelumnya, UU KPK hasil revisi resmi berlaku pada Kamis kemarin, 17 Oktober 2019 atau satu bulan sejak disahkan DPR. Lalu pada hari ini, UU KPK resmi mendapat penomoran sehingga menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019. Meski sejumlah pihak mendesak diterbitkannya Perpu KPK, tapi sampai saat ini Jokowi masih mempertimbangkannya.
Rimawan menyebut, para ekonom tidak hanya menyatakan dukungan terhadap penerbitan Perpu KPK, namun mereka juga menyiapkan naskah akademik atas pertimbangan mereka tersebut. Awalnya, naskah akademik hanya disiapkan sebanyak 4 halaman saja. Namun karena banyak masukan, naskah akademik ini menjadi 47 halaman. “Ini living document, karena masih banyak masukan, ekonom memang harus lihat fakta, bukan opini,” kata dia.
Untuk itu, kata dia, saat ini merupakan waktunya untuk berubah dan meninggalkan kepentingan pribadi. Sebab, kata Rimawan, para ekonomi selalu memikirkan bagaimana caranya memaksimalkan kesejahteraan rakyat dan mengoptimalisasi sumber daya. “Nah, sekarang kami katakan, Indonesia saat ini dalam kondisi krisis, kalau pelemahan korupsi ini diteruskan, kita akan kembali pada zaman kegelapan,” kata dia.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan dukungan dari ratusan ekonom ini cukup menarik, karena memiliki track record sebagai pendukung Jokowi maupun bukan pendukung. Namun saat ini, mereka bersatu untuk mendukung penerbitan Perpu KPK. “Kami sepakat melawan korupsi, karena dampaknya luar biasa terhadap perekonomian kita,” kata Piter.
Jika UU KPK hasil revisi tetap dilanjutkan, maka Piter menyebut kegaduhan yang terjadi tidak akan berhenti. Sehingga, Ia mendesak agar UU KPK ini dibatalkan dengan mengeluarkan Perpu. Terlebih, kinerja KPK selama ini dinilai sudah sangat baik. “Sudah dipercaya dunia, indeks persepsi korupsi naik yang artinya tingkat korupsi turun,” kata dia.