Sayangnya, menurut Faisal, peta jalan dan rencana jangka panjang itu masih kurang fokus pada sektor prioritas. Padahal, katanya, butuh sinkronisasi lintas kementerian/lembaga untuk memacu sektor manufaktur. "Itu harus menjadi acuan tidak hanya untuk Kemenperin, tetapi juga semua jajaran kabinet, lintas kementerian," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta memperkirakan kabinet baru Joko Widodo-Ma'ruf Amin akan lebih berpihak kepada sektor riil. "Khususnya ke level mikro, mungkin (kebijakan) akan lebih terasa nyata," kata Arif.
Pasalnya, kata Arif, latar belakang profesi Ma'ruf Amin yakni ulama diperkirakan bakal lebih menyasar sektor usaha mikro, kecil dan menengah sebagai bentuk ekonomi ummat. "Ini tentu beda dengan Jusuf Kalla yang dari dunia usaha. Tapi kembali lagi, spirit yang dibangun tentu juga akan menyasar yang besar dan kecil," ucapnya.
Adapun ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menyarankan agar kementerian sektoral bisa dipegang kalangan profesional. "Kementerian sektoral seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN, harusnya diisi sosok profesional," katanya.
Meski begitu, tidak berarti kalangan profesional tidak boleh berasal dari partai politik. Pasalnya, kata dia, lebih banyak kalangan partai politik yang masuk pemerintahan akan semakin baik untuk menjaga stabilitas politik.
"Tapi bagaimana kemudian sosok-sosok itu bisa diterima pasar. Semoga saja dimunculkan sosok profesional karena investor akan melihat itu. Kalau investor nyaman, mereka bisa investasi," kata Fithra.
BISNIS | ANTARA