Humayon menuturkan, Indonesia semakin optimal karena berhasil menciptakan ekosistem regulasi ekonomi dan keuangan syariah yang kuat. Bahkan pengenalan sukuk wakaf dan pelepasan Prinsip Inti Wakaf oleh pemerintah telah membuka potensi dan peluang yang lebih besar dalam menjembatani kesenjangan pembiayaan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif KNKS Ventje Rahardjo Soedigno menuturkan, perkembangan perbankan syariah masih cukup besar. Mengingat, industri halal akan terus berkembang sampai beberapa tahun ke depan.
"Kita punya 50 juta sampai 60 juta kelas menengah. Pangsa pasarnya sangat besar. Kami masih melihat dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga, ini adalah potensi pasar yang besar," kata Ventje.
Ventje menuturkan, makin banyak industri halal dan riil dari syariah yang membutuhkan pembiayaan. Karena saat ini makin banyak hal-hal konvensional yang dibiayai melalui jalur syariah.
Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan 2019, aset keuangan Syariah Indonesia (tidak termasuk saham Syariah dan Baitul Mal wat Tamwil atau BMT) per Juni 2019 mencapai US $ 94,44 miliar dengan pangsa pasar 8,29 persen.
Lalu total aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp 499,34 triliun atau 5,95 persen dari total pangsa pasar keuangan syariah. Kemudian sektor keuangan non-bank syariah yang mencakup asuransi syariah, pembiayaan syariah, dan lembaga keuangan non-bank syariah lainnya mencapai Rp 102,06 triliun, dan reksadana syariah mencatat aset sebesar Rp33,06 triliun sedangkan sukuk negara dan sukuk korporasi adalah Rp 700,95 triliun.