TEMPO.CO, Banten - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan ekonomi Indonesia masih bertahan meski ekonomi dunia kembali diprediksi semakin melemah. Untuk keempat kalinya, Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia, kali ini turun 0,2 persen menjadi 3 persen.
"Indonesia negara besar dengan populasi 260 juta dan pertumbuhan masyarakat pendapatan menengah bertumbuh serta menikmati bonus demografi," katanya saat hadir dalam diskusi Trade Expo di Tangerang, Banten, Rabu 16 Oktober 2019.
Menurut dia, sektor konsumsi berkontribusi sebesar 56 persen kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jika dilihat dari tiap sektor, lanjut dia, manufaktur menduduki posisi pertama diikuti pertanian dan ketiga, sektor perdagangan berkontribusi terhadap produk domestik bruto.
Dalam hal pertumbuhan ekonomi dalam tataran global, lanjut dia, Indonesia menduduki posisi ketiga setelah China dan India dalam grup negara-negara G-20.
"Jika kami bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi sekitar 5-6 persen setiap tahun, maka tahun 2050 Indonesia bisa menjadi kekuatan ekonomi nomor empat dunia karena ekonomi kami masih solid," katanya.
Luky menuturkan Lembaga pemeringkat global, Standard and Poors (S&P), beberapa waktu lalu menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi BBB dari minus BBB.
Dengan rating positif itu, membuat Indonesia semakin menjadi negara yang layak untuk investasi.
Ia mengakui pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 sempat di atas 6 persen namun turun menjadi 4,9 persen tahun 2015 karena saat itu Indonesia banyak bertumpu pada perdagangan komoditas yang sempat anjlok harganya.
Kata Luky, ekonomi Indonesia mengalami perbaikan tahun 2016-2017 setelah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla fokus pada strategi pembangunan infrastruktur uang menstimulus pertumbuhan ekonomi.