TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut penyaluran Kredit Usaha Rakyat atau KUR untuk Tenaga Kerja Indonesia menjadi salah satu penyumbang kredit macet atau non performing loan (NPL) yang terbesar. Menurut dia, kredit yang diberikan kepada TKI yang sudah pergi meninggalkan RI sulit dipantau.
"Kalau digabung semua NPL KUR untuk TKI paling susah ternyata dimonitor kalau TKI sudah berangkat ke negara bekerja," kata Darmin di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019.
Darmin mengatakan, KUR merupakan akses keuangan dan permodalan yang diberikan pemerintah. Sejak diluncurkan skema KUR subsidi bunga pada 2015, total akumulasi KUR yang telah disalurkan hingga 31 Agustus 2019 sebesar Rp 435,4 triliun.
Nilai itu diberikan kepada 17,5 juta debitur dengan rasio kredit macet (non performing loan/NPL) tetap terjaga sebesar 1,31 persen. Menurut dia, NPL itu masih lebih baik dari angka NPL kredit secara nasional.
Menurut dia, jika KUR TKI tidak dihitung maka keseluruhan NPL KUR bisa mencapai angka 0,9 persen. "Lebih baik dari seluruh kredit perbankan Indonesia. Dan saya kira ini pertama kali bisa menyalurkan KUR yang lebih baik dari NPL nya seluruh kredit secara nasional," ujar Darmin.
Adapun khusus untuk bidang fesyen dan produk turunannya, KUR yang digelontorkan pemerintah pada periode Januari-September 2019 sebesar Rp 1,13 triliun. Nilai itu, kata dia, disalurkan kepada 45,1 ribu debitur.
Penyaluran tertinggi berada di sektor industri pakaian jadi dan perlengkapan sebesar Rp 770 Miliar atau sebesar 67,6 persen dari total penyaluran. “KUR ke depannya akan semakin masuk ke bidang jasa, tidak hanya di sektor produksi atau pertanian saja,” kata Darmin.
Darmin mengatakan pemerintah berencana mendorong penyaluran KUR sektor produksi. Di mana, kata dia, tahun ini penyaluran KUR untuk sektor produksi bisa mencapai 60 persen total plafon.