TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat total nilai ekspor sepanjang September 2019 mencapai US$ 14,1 miliar. Angka ini menurun sebesar 1,29 persen jika dibandingkan capaian Agustus 2019 yang sebesar US$ 14,28 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan nilai ekspor ini terimbas oleh harga komoditas yang masih fluktuatif. Salah satunya adalah penurunan harga minyak sawit dan minyak kernel yang masuk dalam neraca non minyak dan gas (migas).
"Kita tahu kontribusi itu besar sekali ke ekspor September. Sumbangan minyak sawit dan kernel atau minyak hewani kepada total ekspor 10,81 persen. Ini tentu berpengaruh kepada ekspor," ujar Suhariyanto saat mengelar konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 15 September 2019.
Menurut Suhariyanto, penurunan ekspor sepanjang September dibanding Agustus disebabkan oleh menurunnya ekspor non migas 1,03 persen. Nilai ekspor non migas ini turun dari US$ 13,40 miliar menjadi US$ 13,26 miliar. Demikian juga ekspor migas turun 5,17 persen dari US$ 875 juta menjadi US$ 830,1 juta.
Penurunan ekspor ini juga sejalan dengan penurunan ekspor minyak mentah 33,65 persen menjadi US$ 94,7 juta. Begitu juga dengan ekspor gas 11,05 persen menjadi US$ 505,8 juta dan ekspor hasil minyak meningkat 39,90 persen mencapai US$ 229,6 juta.
"Sementra untuk ekspor non migas mengalami penurunan 1,03 persen karena penurunan komoditas perhiasan atau permata dan kendaraan dan bagiannya, serta pakaian jadi bukan rajutan," kata Suhariyanto.
BPS mencatat, sepanjang Januari hingga September 2019 total nilai ekspor mencapai US$ 124,17 miliar. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan pada periode yang sama pada 2018 yang mencapai US$ 134,96 miliar.
Meski begitu, selama September 2019, volume ekspor masih meningkat 4,27 persen. Sedangkan secara kumulatif, volume ekspor meningkat 7,57 persen dibanding periode Januari hingga September, yang disumbang oleh peningkatan ekspor non migas 9,90 persen sedangkan migas turun 27,67 persen.