TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat nilai neraca perdagangan pada September 2019 mengalami defisit sebesar US$ 0,16 miliar atau US$ 160,5 juta. Defisit ini terjadi karena defisit perdagangan di sektor minyak dan gas (migas).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan sepanjang September, neraca migas tercatat defisit sebesar US$ 761,8 juta. Sedangkan sektor non migas masih mengalami surplus sebesar US$ 601,3 juta. "Tentu nilai angka neraca perdagangan ini, akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang akan dilihat selama Juli Agustus dan September tahun ini," kata Suhariyanto saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 15 Oktober 2019.
Pada Agustus 2019, BPS mencatat nilai neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$ 85,1 juta atau US$ 0,08 milIar. Neraca perdagangan pada bulan itu dipengaruhi turunnya nilai impor migas dan non-migas yang tajam sepanjang Agustus.
Suhariyanto menjelaskan jika dibandingkan dengan September 2018, nilai neraca perdagangan tersebut tercatat menurun jauh. Pada waktu itu, posisi neraca perdagangan mengalami surplus senilai US$ 346,2 juta.
Kemudian, jika dilihat sepanjang Januari hingga September 2019, posisi neraca dagang masih mengalami defisit senilai US$ 1,95 miliar. Defisit ini karena total nilai neraca migas masih mengalami defisit senilai US$ 6,44 miliar. Sedangkan neraca non migas masih surplus US$ 4,49 miliar.
Kendati demikian, kata Suhariyanto, jika dibandingkan pada periode yang sama 2018, defisit ini tercatat jauh lebih rendah. Sepanjang Januari hingga September 2018, defisit mencapai US$ 3,81 miliar. "Defisit in masih rendah hampir separuh dibanding pada 2018," kata Suhariyanto.
DIAS PRASONGKO