TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko mengatakan utang luar negeri Indonesia pada Agustus 2019 tumbuh melambat dengan struktur yang sehat. Utang luar negeri Indonesia pada akhir Agustus 2019 tercatat sebesar US$ 393,5 miliar, terdiri dari utang luar negeri publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$ 196,3 miliar, serta utang luar negeri swasta (termasuk BUMN) sebesar US$ 197,2 miliar.
"ULN Indonesia tersebut tumbuh 8,8 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 10,9 persen (yoy), terutama dipengaruhi oleh transaksi pembayaran neto ULN," kata Onny dalam keterangan tertulis, Selasa, 15 Oktober 2019.
Menurut dia, perlambatan pertumbuhan utang luar negeri tersebut disebabkan menurunnya posisi utang luar negeri publik dan utang luar negeri swasta dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya.
Dia mengatakan utang luar negeri pemerintah tumbuh melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Utang luar negeri pemerintah pada Agustus 2019 tumbuh 8,6 persen (yoy) menjadi sebesar US$ 193,5 miliar, melambat dari Juli 2019 yang tumbuh 9,7 persen (yoy).
Selain tumbuh melambat, posisi utang luar negeri pemerintah tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya karena berkurangnya posisi Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki oleh investor asing.
"Hal ini antara lain dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian di pasar keuangan global seiring dengan ketegangan perdagangan yang masih berlanjut dan risiko geopolitik yang meningkat," ujarnya.
Pengelolaan utang luar negeri pemerintah, kata dia, diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sektor tersebut yaitu sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial 18,9 persen dari total ULN pemerintah, sektor konstruksi 16,4 persen, sektor jasa pendidikan 15,9 persen, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 15,2 persen, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 13,9 persen.
Onny juga mengatakan utang luar negeri swasta tumbuh lebih rendah dari bulan sebelumnya. Posisi utang luar negeri swasta pada akhir Agustus 2019 tumbuh 9,3 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 12,6 persen (yoy). Pelunasan utang dagang korporasi bukan lembaga keuangan mendorong penurunan posisi ULN swasta sebesar US$ 2,6 miliar menjadi US$ 197,2 miliar.
Secara sektoral, kata dia, utang luar negeri swasta didominasi sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian. Pangsa utang luar negeri di keempat sektor tersebut terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 75,6 persen
"Struktur ULN Indonesia tetap sehat didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya," ujar Onny.
Kondisi tersebut tercermin antara lain dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Agustus 2019 sebesar 36,1 persen, membaik dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya. Selain itu, kata dia, struktur utang luar negeri Indonesia tetap didominasi oleh utang luar negeri berjangka panjang dengan pangsa 88,1 persen dari total utang luar negeri.
"Dalam rangka menjaga struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya," kata dia.
Peran utang luar negeri, menurtunya, juga akan terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian.
HENDARTYO HANGGI