TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta hari ini berpeluang kembali menguat setelah di awal pekan melemah tipis.
"Pagi ini mata uang kuat Asia yen, dolar Hong Kong, dan dolar Singapura, kompak dibuka menguat terhadap US dolar yang bisa menjadi sentimen penguatan rupiah hari ini," prediksi ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih di Jakarta, Selasa 15 Oktober 2019.
Faktor eksternal yang mempengaruhi penguatan rupiah ini adalah neraca perdagangan Cina yang tercatat masih surplus walaupun ekspor turun. Neraca perdagangan Cina pada September tercatat surplus sebesar US$ 396,5 miliar, naik dibandingkan Agustus yang sebesar US$ 348,26 miliar.
Nilai ekspor Cina tercatat sebesar US$ 2.181,25 miliar dan impor tercatat sebesar US$ 1.784,74 miliar. Nilai ekspor tercatat turun 3,2 persen (yoy) pada September , dibandingkan Agustus turun 1 persen (yoy), dan di atas ekspektasi konsensus yang perkirakan turun 3 persen (yoy).
Penurunan kinerja ekspor Cina tersebut terutama terjadi untuk pasar Amerika Serikat (AS) yang turun hingga 17,,8 persen (yoy). Sementara ekspor ke Jepang, Uni Eropa, Korea Selatan Taiwan, dan ke negara-negara ASEAN justru tumbuh naik. "Kesepakatan fase pertama dengan AS yang akan ditandatangani lima minggu mendatang menjadi harapan membaiknya ekspor China terutama ke AS," ujar Lana.
Turunnya ekspor tersebut berdampak pada potensi pertumbuhan ekonomi Cina menjadi 6,2 persen dari proyeksi awal 6,4 persen pada 2019.
Lana memperkirakan rupiah hari ini akan bergerak menguat di kisaran Rp14.120 per dolar AS hingga Rp14.130 per dolar AS. Pada pukul 9.50, rupiah masih melemah 3 poin atau 0,02 persen menjadi Rp14.143 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya di level Rp14.140 per dolar AS.
ANTARA