TEMPO.CO, Jakarta - Selama lima tahun pemerintahan Jokowi-JK, industri manufaktur dinilai belum banyak mendapat dukungan dari pemerintah. Kurang maksimalnya kebijakan pemerintah yang mendorong industri manufaktur itu menjadi salah satu penyebab target pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2014-2019 tak tercapai.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet mengatakanm pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 5 persen terbilang sudah cukup baik di tengah kondisi ketidakpastian global. Kendati demikian, angka tersebut terpaut cukup jauh bila dibandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2014-2019 yang sebesar 6-7 persen.
Baca Juga:
Berdasarkan data Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur yang dirilis oleh IHS Markit pada Oktober 2019, PMI Manufaktur Indonesia per September 2019 masih berada di bawah angka 50, yakni 49,1. Angka tersebut naik 0,1 dari indeks PMI Manufaktur pada Agustus 2019 sebesar 49.
Adapun rata-rata PMI Manufaktur per kuartal III/2019 berada pada angka 49,2. Nilai ini merupakan angka terendah yang dicatatkan industri manufaktur Indonesia sejak 2016.
Industri manufaktur yang digadang-gadang menjadi mesin untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia itu belum didukung oleh kebijakan atau insentif yang memiliki dampak signifikan. Yusuf mencontohkan beberapa insentif dalam paket kebijakan ekonomi seperti pengurangan harga listrik dan gas untuk industri manufaktur yang efeknya belum dirasakan secara merata.
“Paket kebijakan dan insentif yang diberikan pemerintah masih cenderung reaktif. Ini membuat desired effect dari paket kebijakan itu tidak terasa dan membuat industri manufaktur belum terdorong secara maksimal,” katanya seperti dikutip Bisnis, Senin 14 Oktober 2019.
Selain itu, pemberlakuan kebijakan tersebut tidak didukung oleh koordinasi antarkementerian/lembaga dan pemerintah pusat serta daerah. Masih banyak peraturan-peraturan di tingkat kementerian yang tumpang tindih sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi sekaligus menurunkan keyakinan investor untuk datang ke Indonesia.
Sementara itu, ekonomi Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan banyaknya paket kebijakan ekonomi yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi merupakan tanda kurangnya kajian yang dilakukan pemerintah. Hal tersebut terbukti dari umur sebagian besar paket kebijakan ekonomi yang tidak sampai tiga bulan.
Minimnya kajian yang komprehensif ini menyebabkan munculnya keengganan investor untuk menanamkan modalnya. Bhima menyarankan perlunya kajian yang lebih jelas dan mendalam pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi agar target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai.