TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur, Mochammad Rizal, menolak rencana penerapan bungkus rokok dengan komposisi gambar peringatan hingga 90 persen. Saat ini, komposisi gambar peringatan di bungkus rokok baru sebesar 40 persen.
“Sebaiknya sudah cukup besar tanda peringatan yang 40 persen, dan semua orang juga sudah tahu,” kata Rizal saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 13 Oktober 2019.
Rizal lalu mempertanyakan rencana yang tengah dibahas antar kementerian tersebut. “Lalu, untuk apalagi mau dibesarkan ke 90 persen, masyarakat sudah dewasa, dia sudah bisa menentukan pilihannya,” ujar Rizal.
Kenaikan komposisi gambar ini merupakan salah satu materi dalam revisi Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Saat dikonfirmasi, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan revisi PP 109 awalnya memang difokuskan pada kenaikan komposisi gambar dari 40 persen menjadi 90 persen.
Namun dalam proses pembahasan, kata dia, terdapat masukan dari kementerian dan lembaga untuk menambahkan substansi lain yang berkaitan dengan perlindungan ibu hamil dan anak hingga efektifitas pengawasan dan rokok elektronik. "Pembahasan RPP tersebut sampai dengan saat ini sudah dalam tahap Pembahasan Antar Kementerian (PAK)," kata dia pada Rabu, 2 Oktober 2019.
Sementara itu, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) resmi menolak Revisi PP 109 ini. “Ini tentu akan melanggar hak konsumen untuk memilih produk,” kata Ketua GAPPRI Henry Najoan dalam diskusi pembatasan merek yang digelar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Oktober 2019. Selain di GAPPRI, Henry menjabat Chief Personnel PT Wismilak Inti Makmur Tbk, produsen dari rokok merek Wismilak.
Henry menilai beleid yang diusulkan oleh Kemenkes tersebut tidak memiliki alasan yang jelas. Ia meyakini, kenaikan komposisi gambar peringatan di bungkus rokok menjadi 90 persen ini tidak akan membuat jumlah perokok berkurang. Malahan, kata dia, aturan ini justru membuat peredaran rokok ilegal semakin marak lantaran perbedaan masing-masing merek berkurang.