TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Polda Metro Jaya, dan Polda Banten, merilis hasil tangkapan bersama terhadap sejumlah orang yang diduga sebagai mafia tanah dan properti. Para pelaku beroperasi dengan berbagai motif, mulai dari mendirikan kantor notaris palsu hingga memalsukan dokumen warkah demi mengklaim kepemilikan atas tanah.
“Kami bersama kepolisian berhasil mengungkap kasus mafia tanah ini, ini masalah waktu dan lokasi,” kata Menteri Agraria Sofyan Djalil dalam konferensi pers bersama di Kantor Kementerian Agraria di Jakarta Selatan, Jumat ,11 Oktober 2019.
Sofyan mengatakan, penyelesaian kasus tanah ini penting lantaran beberapa waktu lalu, presiden kecewa karena ada 31 perusahaan Cina yang keluar dari Indonesia. Namun, tak satupun dari perusahaan tersebut yang masuk ke Indonesia. “Masalahnya ada pada ketidakpastian hukum, salah satunya masalah tanah. Saya ketemu investor, ada yang sampai setahun belum juga dapat izin,” kata dia.
Berbagai modus dilakukan pelaku. Di Jakarta, Polda Metro Jaya menangkap empat sindikat yang selama ini diduga menjadi mafia apartemen. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Suyudi Ario Seto mengatakan kelompok ini beroperasi dengan berpura-pura membeli sebuah properti berupa apartemen. “Mereka lalu menghubungi penjual untuk bersama-sama ke kantor notaris yang fiktif,” kata dia.
Di kantor notaris fiktif inilah operasi penipuan ini berjalan. Para pelaku mempekerjakan sejumlah staf kantor notaris yang juga fiktif. Selanjutnya, para pelaku meminta sertifikat kepemilikan properti tersebut kepada si penjual dengan dalih untuk dibawa ke kantor Badan Pertanahan Nasional. Atas kejadian ini, total kerugian yang dialami oleh sejumlah korban mencapai Rp 300 miliar.
Sementara di Banten, kepolisian setempat mengungkap kasus pemalsuan dokumen Warkah oleh sejumlah orang pada lahan operasi dari pabrik PT Lotte Chemical Indonesia. Padahal, lahan tersebut sudah menjadi Hak Pengelolaan (HPL) dari PT Krakatau Steel sejak tahun 1960, yang kemudian digunakan oleh Lotte Chemical, perusahaan asal Korea Selatan, untuk membangun pabrik petrokimia.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Banten Novri Turangga mengatakan dalam kasus ini, pelaku bahkan meminta PT Lotte Chemical Indonesia untuk menghentikan aktivitas bisnisnya. Setelah diusut, ternyata tanah tersebut telah dijual dan beralih hak milik oleh para orang tua si pelaku. Namun, pelaku tetap mengklaim masih memiliki tanah tersebut. “Karena setiap peralihan pasti akan dicatat (BPN setempat),” kata Novri.