TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menargetkan kontribusi ekonomi digital terhadap produk domestik bruto atau PDB pada 2020 mencapai 11 persen. Ia mensinyalir pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia akan lebih besar ketimbang di negara-negara lainnya di ASEAN.
“Menurut riset Google Temasek dan Bain & Company, potensi ekonomi digital di Indonesia bakal menyentuh US$ 133 miliar. Jadi dari angka itu kita bisa menghitung kontrubusi ekonomi digital terhadap PDB 11 persen,” ujar Rudiantara di Hotel The Hermitage, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Oktober 2019.
Adapun pada akhir tahun ini, ia memperkirakan kontribusi ekonomi digital Indonesia terhadap PDB berada di kisaran 9 persen. Sejatinya, target itu tak terlalu jauh dari target 2018 yang juga sebesar 8,5 persen.
Namun, realisasinya, sepanjang tahun lalu, pertumbuhan ekonomi digital lebih rendah ketimbang target. Rudiantara mencatat, pertumbuhan ekonomi digital pada 2018 hanya menyentuh 7,3 persen.
Menurut Rudiantara, perkembangan ekonomi digital di Indonesia ditandai dengan lahirnya satu unicorn baru belakangan, yakni Ovo. Ovo menjadi unicorn kelima menyusul Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka. Perusahaan penyedia layanan pembayaran digitl itu diduga telah mencapai valuasi US$ 2,9 miliar pada Maret 2019.
Menurut Rudiantara, ekonomi digital Indonesia masih akan menggeliat dengan munculnya unicorn baru yang diprediksi mentas pada akhir tahun. Ia memperkirakan unicorn baru berasal dari sektor kesehatan atau pendidikan. Sedangkan pada 2020, ia memperkirakan bakal ada 4-5 unicorn lainnya yang lahir di Tanah Air.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Nailul Huda, mengatakan bertambahnya jumlah unicorn di Indonesia menandakan potensi ekonomi digital di Indonesia masih sangat moncer. Ia berpendapat, saat ini banyak sektor yang masih bisa dibidik oleh perusahaan rintisan.
“Mengacu kepada laporan Google dan Temasek, besaran ekonomi digital di Indonesia menyentuh angka yang sangat besar. Hal ini akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi,” tuturnya saat dihubungi Tempo pda Kamis, 10 Oktober 2019. Ke depan, ia mengatakan peluang pertumbuhan ekonomi digital masih cukup cerah. Namun, ia tak menampik ada beberapa hambatan dari resesi yang mengakibatkan aliran investasi menjadi seret.
Menurut Nailul, tantangan ini mesti diimbangi dengan perubahan strategi dari perusahaan ekonomi digital. Misalnya pengalihan strategi bakar uang menjadi strategi profit gain.