TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok masyarakat peduli kesehatan jiwa melayangkan somasi terbuka kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan terkait unggahan mereka di media sosial yang mengaitkan pengidap ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) dengan tokoh fiksi Joker. Surat keberatan itu dikirimkan oleh Sehat Jiwa Indonesia (SEJIWA), Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), Bipolar CareIndonesia (BCI), Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Rabu, 9 Oktober 2019.
Somasi itu berawal dari unggahan poster BPJS Kesehatan di media sosial Facebook yang menampilkan foto karakter Joker dan kalimat yang menyinggung penderita gangguan jiwa. “JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat) menanggung perawatan penyakit Orang Dengan Gangguan Jiwa, agar tidak tercipta Joker-joker lainnya,” begitulah kalimat yang tertera di dalam poster.
Adapun unggahan ini disertai dengan keterangan yang menyatakan bahwa JKN-KIS akan menanggung pengobatan bagi penderita penyakit gangguan jiwa supaya tidak tercipta joker-joker lainnya. Menurut kelompok masyarakat itu, menyamakan penderita gangguan jiwa dengan tokoh Joker adalah kesesatan ilmu dan logika berpikir. Sebab, BPJS Kesehatan secara tidak langsung menuding penderita gangguan jiwa sebagai penjahat kriminal seperti yang diidap Joker.
Dalam film Joker, tokoh utama yang diperankan Joaquin Phoenix ini mengidap psikopat dan sosiopat serta narcistic personality disorder. Joker juga mengalami gangguan mental mendalam karena faktor eksternal yang membuat penyakit yang dideritanya makin kompleks.
“Tidak bisa disamaratakan bahwa ratusan lain jenis gangguan kejiwaan sama seperti psikopat dan sosiopat (seperti yang dialami Joker),” tulis surat itu
Unggahan BPJS Kesehatan ini kemudian ditengarai telah melanggar Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 185). Kemudian, disinyalir BPJS Kesehatan melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dengan unggahan tersebut, kelompok masyarakat menyampaikan dua tuntutan. Pertama, BPJS Kesehatan diminta mencabut unggahan terkait Joker di media sosial Facebook. Kedua, BPJS Kesehatan diminta menyampaikan permohonan maafnya terkait unggahan itu melalui lima media massa televisi nasional, lima media cetak nasional, dan lima media nasional berbasis daring alias media online.
Somasi itu ditujukan bagi Direktur Utama BPJS Kesehatan dan jajarannya. Adapun layang somasi ditembuskan kepada Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Arsip.