TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Migas atau SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan lembaganya memiliki mimpi untuk terus mendorong produksi minyak dan gas (migas) mencapai 1 juta barel per hari (BPOD). Target itu ingin bisa dicapai pada 2030.
"Ini menjadi mimpi kami untuk mencapai 1 juta barel oil per hari. Mudah-mudahan tercapai tahun 2030, seperti dalam kalkulasi yang telah kami lakukan," kata Dwi dalam pertemuan dengan para pengusaha hulu migas di Kantor SKK Migas, City Plaza, Jakarta Selatan, Kamis 10 Oktober 2019.
Dwi optimis target tersebut bisa berhasil dicapai. Sebab Indonesia masih memiliki potensi minyak yang belum digarap. Menurut dia, saat ini ada 128 cekungan yang menyimpan cadangan minyak. Namun dari jumlah itu baru 54 yang baru beroperasi.
Artinya, masih ada 74 cekungan yang masih terbuka atau open area yang masih menunggu investasi. Menurut Dwi, dengan kondisi tersebut Indonesia masih memiliki cadangan 3,8 miliar barel oil. Sedangkan, yang belum tereksplorasi memiliki potensi sebesar 7,4 miliar barel.
"Jadi dua kali lipat dari yang sekarang ada. Sehingga demikian maka sesungguhnya potensi oil and gas di Indonesia masih cukup besar," kata Dwi yang juga mantan Direktur Utama Pertamina ini.
Kendati demikian, Dwi mengungkapkan bahwa meski ada potensi besar, di industri hulu migas masih memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah masih butuh pendanaan atau investasi yang besar.
Sebab, investasi yang bergerak di bidang minyak dan gas ini waktunya cukup panjang. Salah satunya, eksplorasi migas kadang membutuhkan waktu sampai 10 tahun. Seringkali waktu yang panjang itu belum masuk dalam proses eksekusi dari hasil eksplorasi.
Selain itu, tantangan lain datang dari strategi pemerintah untuk membangun iklim investasi yang baik. Sebab, di tengah persaingan global yang mengetat, iklim usaha yang baik menjadi sangat penting dalam memperebutkan investasi dari luar negeri.
Kemudian, kata dia, pemerintah juga harus mulai mengeliminasi adanya tumpang tindih regulasi. Baik regulasi di daerah maupun di pusat sehingga bisa sejalan untuk mendukung eksekusi investasi pada masing-masing tempat.
DIAS PRASONGKO