TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penerbitan instruksi presiden tentang sanksi bagi penunggak iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Kalau diancam dengan sanksi, saya khawatir tidak efektif. Masyarakat bisa saja merasa tidak nyaman," kata Saleh melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis 10 Oktober 2019.
Saleh beranggapan, daripada memberikan sanksi kepada penunggak iuran, lebih baik BPJS Kesehatan diberi kesempatan lebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. BPJS Kesehatan harus meningkatkan kolektibilitas iuran melalui jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Apalagi, kata Saleh, sejak 2016, BPJS Kesehatan telah memiliki kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang siap membantu melaksanakan tugas tersebut. "Lebih baik persoalan tunggakan iuran diselesaikan dengan pendekatan partisipatoris dan persuasif," tuturnya.
Pemerintah mewacanakan sejumlah sanksi bagi penunggak iuran BPJS Kesehatan, antara lain tidak bisa mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB). Juga tidak dapat memperpanjang surat izin mengemudia (SIM), sertifikat tanah, paspor dan surat tanda nomor kendaraan (STNK); tidak akan efektif dan berdampak.
Menurut Saleh, sanksi-sanksi tersebut tidak bersifat segera, tidak mengikat, serta hanya jangka pendek. Padahal, iuran BPJS Kesehatan perlu dibayar setiap bulan. "Kalau pakai sanksi itu, orang tidak akan khawatir karena IMB, SIM, STNK, paspor, dan sertifikat tanah tidak selalu dibutuhkan. Paspor misalnya, hanya diperlukan ketika ada seseorang yang ingin ke luar negeri," katanya
Begitu juga dengan surat-surat lainnya yang menurut Saleh sejak awal sudah diperkirakan tidak akan efektif memangkas penunggak iuran BPJS Keserhatan. "Apa tidak ada cara lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut," katanya.