TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Utama Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Andrew Mason, mengatakan tingkat utang Indonesia masih berada di level yang wajar. Sebab, rasio utang Indonesia terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) masih berada di kisaran level 30 persen.
“Saya harus katakan kalau Indonesia sudah melakukan pekerjaan yang bagus dalam mengelola utangnya, kami mempertimbangkannya sebagai reasonable debt level (tingkat utang yang wajar),” kata Andrew dalam video conference di Kantor Pusat Bank Dunia Indonesia di Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2019.
Bahkan dalam rilisnya, Bank Dunia mengatakan estimasi rasio utang Indonesia terhadap PDB pada akhir 2019 ini hanya akan mencapai 30,1 persen. Sementara prediksi untuk 2020 dan 2021 tidak jauh berbeda, yaitu 30,1 persen dan 29,9 persen.
Terakhir, Bank Indonesia mengumumkan jumlah utang luar negeri Indonesia hingga Juli 2019 telah mencapai US$ 395,3 miliar atau setara Rp 5.534 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar). "Struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya," kata BI dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 16 September 2019.
Menurut BI, kondisi tersebut tercermin antara lain dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Juli 2019 sebesar 36,2 persen. Rasio ini membaik dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya atau pada akhir Juli 2019 yang mencapai 36,8 persen.
Selain itu, kata BI, struktur utang luar negeri Indonesia tetap didominasi utang berjangka panjang dengan pangsa 87,6 persen. Dengan perkembangan tersebut, BI menyebut struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat meski terjadi peningkatan.
Meski demikian, Andrew mengingatkan bahwa negara berkembang seperti Indonesia harus mengelola utang dengan baik untuk mengurangi resiko yang ada. Pengelolaan utang yang baik, kata dia, dibutuhkan di tengah ekonomi dunia, terutama kawasan Asia Timur dan Pasifik, yang mulai menunjukkan perlambatan. “Ini akan membantu pemerintah dalam mendorong kebijakan fiskal dan moneter, serta mengurangi resiko makro-finansial,” kata dia.
Jika situasi utang semakin meningkat, Bank Dunia merekomendasikan bank sentral untuk menerapkan kebijakan likuiditas yang ketat hingga pembatasan pada kebijakan Loan-to-Value (LTV) maupun Debt-to-Income (DT). Selain itu, pemerintah bisa mendukung perbankan untuk menghitung aset dan liabilitas dari rumah tangga dalam upaya memantau kesulitan dalam sektor keuangan.
FAJAR PEBRIANTO