TEMPO.CO, Jakarta - Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan persaingan bisnis digital sangat ketat dan melibatkan banyak pelaku. Sehingga, dia menilai kegagalan sebuah startup untuk meraih kesuksesan adalah hal biasa dalam sebuah ekosistem bisnis.
"Mungkin yang kita lihat tentang success rate di dunia malah cuma 2 sampai 3 persen karena pelakunya banyak, karena tidak semua orang yang berbisnis sukses. Jangankan startup, bisnis yang sekarang aja banyak yang mati, bisnis ya kaya gitu," kata Semuel di Gedung BPPT, Jakarta, Rabu 9 Oktober 2019.
Semuel mengungkapkan, perusahaan rintisan yang gagal itu bukan hanya karena kehabisan dana. Namun, bisa jadi mereka melakukan penggabungan antar-startup dan menghasilkan model bisnis yang baru.
Dia mencontohkan, awal mula perusahaan raksasa teknologi Google yang sebelumnya pernah jatuh bangun dalam membangun perusahaannya. Sejak berdiri 4 Septemer 1998, mereka mempunyai banyak saingan dengan lini bisnis yang serupa. "Kenapa Google yang jadi, ya itu tadi penggabungan," ucapnya.
Semuel mengatakan, penyebab banyaknya kegagalan dari perusahaan rintisan tersebut karena banyak faktor, antara lain adalah seperti kurang dana, tidak ada pasar yang jelas, kurangnya inovasi dan masih banyak lagi alasan lainnya. "Tergantung kondisi dari startup tersebut," katanya.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengklaim telah mencetak 1.307 perusahaan rintisan atau startup selama lima tahun masa kepemimpinannya. Menurut dia, hal ini dilakukan guna menghadapi perubahan zaman seperti revolusi industri 4.0.
"Dalam massa lima tahun, dari 2014 sampai 2019, Indonesia bisa menghasilkan 1.307 startup. Bahkan, ternyata sudah ada yg berkolaborasi dengan perusahana luar negeri. Ini terobosan yang dijalankan pemerintah," kata Nasir di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis 3 Oktober 2019.