TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, pengembangan transportasi publik tidak bisa mengandalkan dana daerah. Dia meminta agar pemerintah pusat serius mengembangkan trasportasi publik di daerah-daerah metropolitan.
Ridwan Kamil mengatakan, perhatian pemerintah pusat saat ini terkesan hanya mengembangkan transportasi publik hanya di ibukota. “Selama ini perhatian transportasi publik masih di daerah Jakarta Raya saja,” kata dia di Bandung, Rabu, 9 Oktober 2019.
Padahal, ujar Ridwan Kamil, pengembangan transportasi publik menjadi solusi untuk menekan kemacetan yang kini menjadi masalah di sejumlah kota di Indonesia. “Kemacetan itu artinya kebutuhan transportasi publik mengemuka. Dan ini sebenarnya adalah sebuah masukan kepada pemerintah pusat, bahwa solusi, maaf, gak hanya di Bandung, di Surabaya, di Jakarta itu transportasi publik. Cuma perhatian pemerintah pusat kan banyak ke Jakarta,” kata dia.
Ridwan Kamil mengatakan, membangun transportasi publik butuh biaya besar. Pembiayaannya tidak bisa mengandalkan anggaran daerah. “Mahal sekali. LRT saja Rp 500 miliar per kilometer, MRT yang Jakarta itu Rp 1 triliun per kilometer. Itu sampai kapan pun, kalau berharap pemerintah daerah yang memberikan transportasi publik, nggak bisa,” kata dia.
Dia mencontohkan sejumlah negara yang pemerintah pusatnya membangun transportasi publik. Dia juga mengaku sudah meminta kepada pemerintah pusat untuk membangun transportasi publik di sejumlah daerah di wilayahnya. “Itu mah sudah disampaikan. Tapi kan bolanya ada di pemerintah pusat. Kemarin kita dapat bus BRT itu sudah lumayan, tapi tetap kombinasinya tidak hanya mengandalkan mobil, tapi juga berbasis kereta. Kereta itu pilihannya bikin ke atas pakai kolom balok, atau ngegali (tanah), dua-duanya mahalnya luar biasa,” kata Ridwan Kamil.
Sebelumnya Asian Development Bank merilis laporan Asian Development Outlook 2019 pada September 2019. Di dalam salah satu bagian laporan tersebut menyinggung masalah kemacetan di kota besar. Dari studi terhadap 278 kota dengan jumlah penduduk di atas 5 juta, menempatkan tingkat masalah kemacetan Kota Bandung berada di urutan 14, sementara Jakarta berada di urutan 19. Manila bera di urutan pertama disusul Kuala Lumpur, Yangon, dan Dhaka.