TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menilai naiknya iuran BPJS Kesehatan tidak akan memberatkan rakyat. Ia membandingkannya dengan kemampuan masyarakat membeli pulsa.
"Beli pulsa aja jauh lebih besar dari itu. Masak lebih mementingkan pulsa daripada kesehatan," kata dia di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019.
Menurut JK, kenaikan iuran ini untuk menutupi defisit yang dialami BPJS Kesehatan tiap tahunnya. Pemerintah, kata dia, juga tetap menanggung biaya lebih dari 120 juta masyarakat tidak mampu.
"Sebenarnya ini hanya cara pergantian defisit, karena kalau defisit pemerintah juga bayar. Tapi kalau ini naik tarif, pemerintah juga yang bayar yang lebih 120 juta itu," ujarnya.
JK berujar masyarakat yang tidak masuk kategori kurang mampu seharusnya tidak masalah jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan sekitar Rp 20 ribu. "Itu kurang lebih Rp 20 ribu per bulan itu seharga satu bungkus rokok bagi yang merokok, jadi jangan dianggap itu menyusahkan rakyat kecil," ucapnya.
Selain itu, kata JK, ke depan pembiayaan iuran BPJS Kesehatan akan dibantu oleh pemerintah daerah. "Artinya penduduk satu daerah, ini silakan kelola dengan dana sekian. Lebih desentralistis. Pokoknya kalau sudah naik, kalau sudah naik dan tidak ada lagi defisitnya," ujarnya.