TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan 50 persen peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri BPJS Kesehatan menunggak iuran. Dari 32 juta total peserta mandiri yang ada saat ini, 16 juta di antaranya tercatat tidak tertib membayar premi.
"Jadi sampai saat ini masih 50 persen yang bayar. (Setengahnya) Dia mendaftar pada saat sakit dan setelah dapat layanan kesehatan dia berhenti tidak bayar premi lagi," kata Mardiasmo di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin, 7 Oktober 2019.
Mardiasmo mengatakan tunggakan peserta mandiri menyebabkan defisit yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan semakin berat. Pada 2018, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan mencatat BPJS Kesehatan telah mengalami gagal bayar sebesar Rp 9,1 triliun.
Ditengok ke belakang, sejak berdiri pada 2014, entitas ini memang selalu menyandang defisit. Pada tahun pertama, BPJS Kesehatan mengalami buntung Rp 3,3 triliun. Angka gagal bayar itu meningkat pada tahun-tahun setelahnya.
Mardiasmo mengatakan, pada pengujung 2019, BPJS Kesehatan berpotensi defisit Rp 32,84 triliun. Sedangkan menurut hitungan BPJS Kesehatan, pada 2024, bila kondisi sekarang tak diperbaiki, defisit yang ditanggung akan membengkak sampai Rp 77,9 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan masalah utama yang menyebabkan BPJS Kesehatan selalu defisit adalah besaran iuran yang tidak sepadan dengan beban pengeluaran entitas. Fachmi berujar, pemerintah perlu melakukan penyesuaian besaran iuran sesuai dengan hitungan aktuaris.
"Karena sejak 2016, untuk kelas III nonformal (mandiri) saja untuk hitungan aktuaris saat itu Rp 53 ribu, tapi masyarakat hanya bayar Rp 25.500. Itu iuran diskon," katanya.
Adapun setiap tahun, peserta BPJS Kesehatan terus bertambah. Seumpama pemerintah tidak menaikkan iuran, angka tunggakan yang ditanggung BPJS Kesehatan menurut Fachmi semakin besar.
Saat ini, pemerintah mencatat jumlah peserta iuran BPJS Kesehatan mencapai 223 juta jiwa. Sebanyak 32 juta di antaranya adalah peserta mandiri. Sedangkan 133,8 juta jiwa merupakan peserta penerima bantuan iuran atau PBI dari pusat dan daerah. Sisanya ialah peserta dari kelompok pegawai BUMN, PNS, TNI, dan Polri.
Kementerian Keuangan sebelumnya telah berencana menaikkan iuran program BPJS Kesehatan sebesar 100 persen untuk menambal defisit. Besaran iuran kelas I akan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Sedangkan kelas II melonjak dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu. Kemudian, untuk kelas III, Kementerian Keuangan berencana menaikkan iuran dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu.