Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wamenkeu Beberkan Penyebab BPJS Kesehatan Defisit Rp 32 Triliun

image-gnews
Ilustrasi BPJS Kesehatan. Dok.TEMPO/Aditia Noviansyah
Ilustrasi BPJS Kesehatan. Dok.TEMPO/Aditia Noviansyah
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan 50 persen peserta iuran mandiri atau peserta bukan penerima upah (PBPU) Jaminan Kesehatan Nasional menyebabkan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan membengkak. Sebab separuh dari jumlah peserta mandiri itu dituding tak tertib membayar iuran.

"Jadi sampai saat ini hanya 50 persen yang bayar (iuran). Pendaftar (membayar) saat sakit dan setelah dapat layanan kesehatan, dia berhenti dan tidak bayar premi lagi," katanya dalam diskusi bertajuk Iuran Tarif BPJS Kesehatan di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin, 7 Oktober 2019.

Mardiasmo mencatat, jumlah peserta iuran mandiri BPJS Kesehatan pada 2019 telah mencapai 32 juta jiwa. Jumlah itu setara dengan 14 persen dari total peserta jaminan kesehatan yang saat ini terdata sebanyak 223 juta jiwa.

Adapun beban defisit yang mesti ditanggung BPJS Kesehatan hingga akhir 2019 nanti berpotensi mencapai Rp 32,84 triliun. Angka tersebut sudah termasuk gagal bayar sebesar Rp 9,1 triliun yang tidak dapat ditopang oleh BPJS Kesehatan selama 2018.

Menurut Mardiasmo, pemerintah mesti segera melakukan tiga hal untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Pertama, pemerintah harus memperbaiki sistem manajemen JKN.

"Karena sistem JKN harus sustainable (berkelanjutan). Jangan sampai ada peserta yang enggak benar, yang enggal valid," ucapnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ia juga memandang perlu adanya sinergitas antara penyelenggara JKN, yakni BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sinergitas ini memungkinkan adanya sharing cost atau pengeluaran bersama untuk pekerja di sebuah perusahaan yang mengalamami kecelakaan kerja.

Kedua, perlunya penguatan peran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan sistem JKN. Sedangkan ketiga, perlu dilakukan penyesuaian iuran jaminan kesehatan, baik oleh peserta mandiri maupun peserta penerima bantuan iuran.

Pemerintah sebelumnya berencana menaikkan iuran program BPJS Kesehatan sebesar 100 persen untuk menambal defisit JKN. Mardiasmo mengatakan kenaikan iuran itu akan dilakukan lebih dulu untuk peserta mandiri kelas I dan II per 1 Januari 2020.

Besaran iuran kelas I akan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Sedangkan kelas II melonjak dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu. Pemerintah masih menyiapkan regulasi yang memayungi kenaikan iuran itu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Optimalkan APBN 2024: Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan

8 jam lalu

Optimalkan APBN 2024: Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan

Anggaran tersebut akan dioptimalkan untuk mendukung tema kebijakan fiskal APBN Tahun 2024 yaitu Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan.


LPDP Mewujudkan Pemimpin Berkualitas Melalui Beasiswa dan Riset

1 hari lalu

LPDP Mewujudkan Pemimpin Berkualitas Melalui Beasiswa dan Riset

LPDP, diamanatkan oleh Kementerian Keuangan, bertanggung jawab atas pengelolaan Dana Abadi Pendidikan.


Prestasi Unggul BPJS Kesehatan di TOP DIGITAL Awards 2023

1 hari lalu

Prestasi Unggul BPJS Kesehatan di TOP DIGITAL Awards 2023

BPJS Kesehatan meraih prestasi mengagumkan dalam TOP DIGITAL Awards 2023


Investasi Aset Negara dalam Pengembangan UMKM melalui APBN

1 hari lalu

Investasi Aset Negara dalam Pengembangan UMKM melalui APBN

Pemerintah mengesahkan APBN 2024 sebesar Rp3.325,1 triliun sebagai instrumen utama menghadapi peristiwa global.


Fitofarmaka Diharapkan Bisa Masuk JKN

1 hari lalu

DPR Dukung OMAI Fitofarmaka Masuk Formularium Nasional JKN untuk Kemandirian Farmasi
Fitofarmaka Diharapkan Bisa Masuk JKN

Dokter sebenarnya ingin meresepkan fitofarmaka untuk pasien, tapi karena tidak dijamin sehingga menggunakan pengobatan yang lain.


Penyerahan DIPA &TKD APBN 2024 Secara Digital

2 hari lalu

Penyerahan DIPA &TKD APBN 2024 Secara Digital

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menemani Presiden Joko Widodo dalam seremoni digital penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)


Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal III Melambat, BKF: Pemerintah Berikan Insentif Fiskal di Sektor Perumahan

5 hari lalu

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu saat ditemui di Plataran, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 24 Oktober 2023. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal III Melambat, BKF: Pemerintah Berikan Insentif Fiskal di Sektor Perumahan

Pemerintah menggelontorkan insentif fiskal sekitar Rp 3,7 triliun untuk insentif fiskal di sektor perumahan.


Wacana PFN Bisa Himpun Pajak Film, Ini Kata Kemenkeu

6 hari lalu

Ilustrasi bioskop. Sumber: the straits times/asiaone.com
Wacana PFN Bisa Himpun Pajak Film, Ini Kata Kemenkeu

Kementerian Keuangan atau Kemenkeu menanggapi wacana BUMN Perum Produksi Film Negara (PFN) untuk menghimpun pajak film bioskop.


Membahas Kebijakan Ketahanan Pangan Indonesia Tahun 2024

6 hari lalu

Membahas Kebijakan Ketahanan Pangan Indonesia Tahun 2024

Indonesia terus berkomitmen untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.


Posisi Utang Pemerintah Naik, Capai Rp 7.950 Triliun Per Akhir Oktober 2023

6 hari lalu

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019. Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 31 Juli 2019 sebesar Rp183,7 triliun atau 1,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). TEMPO/Tony Hartawan
Posisi Utang Pemerintah Naik, Capai Rp 7.950 Triliun Per Akhir Oktober 2023

Posisi utang pemerintah per 31 September 2023 mencapai Rp 7.950,52 triliun atau lebih besar daripada posisi utang per Oktober 2023 yang sebesar Rp 7.891,61 triliun.