TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menyatakan, pemerintah harus mengantisipasi terhadap gejolak harga beras di akhir tahun untuk terus dilakukan.
"Upaya antisipasi terhadap adanya gejolak harga beras di akhir tahun perlu terus dilakukan," kata dia melalui keterangan tertulis, 6 Oktober 2019.
Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga rata-rata beras medium kualitas II pada 4 Oktober 2019, tercatat mencapai Rp11.600 per kilogram, dan beras medium kualitas I sebesar Rp 11.750 per kilogram, atau lebih tinggi dari HET. Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi kenaikan harga beras sebesar 0,13 persen pada September 2019.
Sebelumnya, Bulog sudah melaksanakan operasi pasar pada akhir bulan September lalu, tepatnya pada 24-26 September 2019. Galuh mengatakan, bukan tidak mungkin, jika harga masih terus beranjak naik di tingkat konsumen, "Bulog harus kembali melaksanakan operasi pasar untuk menstabilkan harga beras di pasaran sebagai solusi jangka pendek," katanya.
Selain solusi jangka pendek, Galuh menjelaskan, pemerintah harus menyiapkan solusi jangka panjang. Antara lain adalah koordinasi antar pihak terkait harus dilangsungkan agar fenomena kenaikan ini tidak menjadi kejadian yang akan selalu berulang dari tahun ke tahun.
"Kembali lagi ini harus dijadikan pembelajaran bagi pemerintah untuk menghasilkan kebijakan yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat secara langsung tanpa proses yang panjang dan berbelit-belit," kata Galuh.
Menurut Galuh, dalam beberapa bulan belakangan, harga beras terus naik akibat beberapa faktor. "Faktor yang paling mempengaruhi kenaikan harga beras adalah kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah penghasil beras di Indonesia yang terjadi hingga saat ini," kata dia
Galuh mengatakan, kemarau ini telah menyebabkan naiknya harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) yang pada akhirnya akan berimbas pada kenaikan harga beras di tingkat konsumen. Walaupun kenaikan harga terbilang tipis, menurutnya hal ini sudah berlangsung selama lima bulan terakhir, yang dikhawatirkan akan terus berlanjut hingga akhir tahun.
Menurut data yang dihimpun oleh CIPS, Per September 2019, harga GKP di tingkat petani tercatat berada di level Rp 4.905 per kilogram. Berdasarkan data BPS, jumlah ini meningkat sebesar 3,07 persen dari bulan sebelumnya sebesar Rp 4.759 per kilogram. Hal yang sama terjadi pada GKG yang naik menjadi Rp 5.392 dari yang sebelumnya tercatat sebesar Rp 5.309.
"Upaya antisipasi perlu terus dilakukan untuk menjaga ketersediaan beras di pasar. Bulog juga perlu berinovasi agar proses serapan berasnya bisa berjalan lancar dan memenuhi target. Walaupun hal ini agak sulit karena Bulog terkendala HPP dan juga terkena imbas dari kekeringan yang terjadi,” ujar Galuh
Kemudian, Galuh menuturkan, faktor lain dari kenaikan beras juga dipicu musim panen sudah lewat yang mempengaruhi penyerapan gabah petani dan nantinya akan terus berkurang. Lalu ditambah dengan adanya perayaan natal dan tahun baru yang akan datang, "diprediksikan bahwa permintaan akan beras akan terus meningkat," ungkap dia.
Sebelumnya, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh menyatakan bahwa stok beras nasional yang ada di gudang Bulog di seluruh Indonesia saat ini mencapai 2,30 juta ton. Dia mengklaim bahwa stok beras nasional masih akan aman hingga awal tahun depan atau musim panen selanjutnya.
"Ini merupakan stok paling tinggi dan akan cukup sampai musim panen berikutnya dan masa panen sendiri sekitar Maret dan April," ujarnya usai Rapat Koordinasi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) di Batu, Malang, Jawa Timur, Jumat, 4 Oktober 2019.
EKO WAHYUDI | BISNIS | ANTARA