TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Utama Investa Saran Mandiri, Hans Kwee, mengatakan pemerintah harus mewaspadai merambatnya dampak resesi ke pasar keuangan. “Permintaan terhadap komoditas akan turun, sehingga perusahaan Indonesia yang mayoritas bergerak di sektor ini akan tertekan,” kata dia.
Hans mengingatkan bahwa resesi global memancing investor melarikan asetnya ke safe haven seperti dolar Amerika Serikat. “Dampaknya, kurs rupiah dan pasar saham kian lemah,” ucap Hans. Dia memperkirakan Indeks harga saham gabungan atau IHSG pada pekan depan berada di level support 5.957-6.030 dan resistance 6.100-6.200.
Hal ini terkait gelombang resesi di sejumlah negara menjadi sentimen negatif pasar keuangan nasional. IHSG Bursa Efek Indonesia mengalami pelemahan 3,85 persen selama lima hari berturut-turut pekan ini. Barulah pada Jumat, 4 Oktober 2019, IHSG sedikit menguat, yaitu 22 basis point atau 0,38 persen ke level 6.061. Pada perdagangan akhir pekan, investor asing mencatatkan pembelian atau net buy Rp 420,5 miliar.
Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies, Pingkan Audrine, menuturkan bahwa pemerintah perlu terus mewaspadai sejumlah faktor yang berpotensi meningkatkan peluang Indonesia masuk ke pusaran resesi global. Faktor pertama adalah faktor internal yang mencakup stabilitas sosial dan politik yang kemudian berdampak pada pertumbuhan investasi. “Adanya gelombang demonstrasi yang berujung ricuh mendorong sentimen negatif dalam pasar sehingga membuat investor mengambil langkah wait and see,” katanya.
Faktor kedua adalah sentimen global seperti perekonomian negara mitra dagang maupun penanam modal asing. “Pemerintah harus waspada karena resesi ekonomi dapat menyebar dengan cepat,” ujar Pingkan.
Terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah tetap berfokus pada instrumen fiskal yang ekspansif. “Selain mendorong belanja anggaran, pemerintah berfokus untuk terus memperbaiki iklim investasi,” kata dia.
EKO WAHYUDI