TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Kabupaten Lebak, Banten, melarang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungannya untuk tidak menggunakan elpiji bersubsidi. Sebab, gas dengan tabung hijau ukuran 3 kilogram itu khusus bagi keluarga pra sejahtera atau keluarga miskin.
"Kami sudah menyebarkan surat edaran bupati tentang larangan ASN memakai elpiji bersubsidi ukuran 3 kg," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Dedi Rahmat di Lebak, Jumat 4 Oktober 2019.
Berdasarkan laporan yang diterima Pemkab, ternyata selama ini masih ada ASN yang menggunakan elpiji bersubsidi. Hal ini bertentangan dengan surat edaran Bupati.
Karena itu, pihaknya meminta ASN maupun orang kaya tidak lagi membeli bahan bakar gas bersubsidi ukuran 3 kg. "Kami akan bekerja keras untuk memantau dan menindak agar elpiji bersubsidi itu benar-benar untuk warga berpenghasilan rendah," kata Dedi.
Ia juga mengimbau rumah makan, restoran dan masyarakat yang mampu secara ekonomi memiliki kesadaran untuk tidak menggunakan elpiji bersubsidi.
Menurut Dedi, ASN dan masyarakat yang mampu harus memiliki budaya malu agar tidak membeli gas bersubsidi. Sebab, jika mereka membeli gas bersubsidi berarti mengambil hak masyarakat berpenghasilan rendah.
"Kami berharap ASN dan orang kaya membeli bahan bakar gas nonsubsidi dengan ukuran 5,5 kilogram dengan harga Rp70 ribu per tabung," Dedi menambahkan.
Menurut dia, stok elpiji 3 kilogram sering kali langka karena warga yang mampu dan ASN ikut-ikutan berebut menggunakan bahan bakar bersubsidi itu.
Saat ini, kuota elpiji bersubsidi yang beredar di Kabupaten Lebak mencapai enam juta tabung atau setara 18 metrik ton. Idealnya, kebutuhan masyarakat sebanyak tujuh juta tabung gas.
Untuk itu, Pemkab Lebak berharap PT Pertamina dapat menambah kuota elpiji bersubsidi sehingga bisa memenuhi kebutuhan masyarakat miskin. "Kami ikut mengawasi distribusi elpiji bersubsidi agar tepat sasaran," ujar Dedi.
ANTARA