TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih cari cara untuk merespons usulan penambahan kuota program KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk tahun 2019. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) semula mengusulkan penambahan kuota FLPP senilai Rp 2 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, usulan tersebut lumayan besar untuk dianggarkan. “Kalau dari nilainya, tambahan kuota FLPP yang diminta PUPR sekitar Rp 2 triliun,” kata dia, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019.
Dia mengungkapkan usulan tambahan anggaran FLPP tidak bisa secara tiba-tiba diambil dari anggaran negara. Sebab, jika perubahan tersebut mengambil dari APBN, maka risikonya pemerintah harus melakukan APBN-Perubahan.
"Jadi kalau pembiayaan investasi tidak bisa dilakukan penambahan seenaknya. Harus ada APBN-P. Dalam waktu dekat ini saya enggak yakin akan bisa lakukan APBN-P dengan cepat," kata Isa.
Isa menerangkan, tambahan anggaran FLPP yang sebesar Rp 2 triliun bisa dipenuhi oleh PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) dengan porsi 25 persen atau senilai Rp 500 miliar. Sehingga, sisanya sebesar Rp 1,5 triliun harus dicarikan jalan agar bisa dipenuhi.
"Kalau komposisinya 75 persen dan 25 persen maka berapa besarnya? Masalahnya bagaimana kita mengeluarkan Rp 1,5 triliun dari APBN," ucap Isa.
Isa menuturkan, pengembang telah mendesak kepada pemerintah agar segera memenuhi tambahan anggaran FLPP guna bisa membangun rumah hingga akhir tahun 2019. "Ini yang sedang kita caraikan jalan bagaiamana kita bisa menambah itu," tuturnya.
Adapun hingga 17 September 2019, data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan, penyaluran dana KPR FLPP mencapai Rp 5,57 triliun bagi 57.949 unit rumah. Realisasinya sekitar 78,5 persen dari dana FLPP tahun 2019 sebesar Rp 7,1 trilun untuk 68 ribu unit rumah.