TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai telah menjatuhkan sanksi 15 perusahaan yang melakukan pelanggaran di kawasan Pusat Logistik Berikat (PLB). Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, sanksi diberikan karena perusahaan melanggar ketentuan PLB.
"Jadi sebanyak 15 perusahaan itu kami beri sanksi untuk koreksi fiskal. Artinya kami beri mereka kewajiban untuk membayar kekurangan bea dan ditambah denda," kata Heru ditemui di Pusat Logistik Berikat PT Dunia Express, Sunter, Jakarta Utara, Jumat 4 Oktober 2019.
Heru menyebut selain saksi koreksi fiskal, Direktorat Bea dan Cukai memiliki mekanisme lain jika ada pelanggaran oleh perusahaan. Misalnya, jika perusahaan diketahui melakukan penyelundupan barang atau tidak memberitahukan kepada otoritas ke wilayah PLB.
Jika berhasil ditemukan dan diendus oleh Bea dan Cukai perusahaan tersebut bakal ditangkap dan disita asetnya. Selain itu, perusahaan tersebut juga bisa dikenai pasal pidana. Namun, kata Heru, selama ini belum ada perusahaan yang terbukti melakukan penyelundupan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggelar kunjungan ke salah satu Pusat Berikat Logistik (PLB) di wilayah Sunter, Jakarta Utara, Jumat 4 Oktober 2019. Kunjungan itu dimaksudkan untuk melihat secara langsung kondisi PLB.
Dalam pidatonya, Sri Mulyani sempat menyinggung adanya 15 perusahaan yang telah dijatuhi sanksi oleh Bea dan Cukai. Perusahaan dikenai sanksi karena terbukti melakukan pelanggaran impor barang yang tidak sesuai.
"Persoalannya muncul perusahaan yang awalnya mengaku barang Kelompok B atau belum diproduksi di dalam negeri. Ternyata yang diimpor termasuk barang Kelompok A atau sudah diproduksi di dalam negeri," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Sri Mulyani sempat menjelaskan bahwa kunjungannya bersama pejabat Bea Cukai itu berkaitan dengan adanya kabar yang menyebut bahwa PLB menjadi sebab adanya banjir impor tekstil dan produk tekstil (TPT). Kunjungan itu, kata dia, juga merupakan permintaan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.